[caption id="attachment_273723" align="alignleft" width="300" caption="foto: kemenpora.go.id"][/caption] Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-68 memang sudah berlalu. Namun bukan berarti semangat 17 Agustus itu ditinggal, seiring purnanya peringatan kemerdekaan. Semangat itu harus tetap dipertahankan dalam rangka membangun Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju dan sejahtera. Adalah di pundak pemuda, cita-cita luhur dan perjuangan para pahlawan kemerdekaan dibebankan. Kalau bukan anak-anak muda, siapa lagi yang akan melanjutkan perjuangan, mengobarkan semangat membangun bangsa. Kenapa harus generasi muda? Kemana generasi tua?
Pepatah yang mengatakan bahwa pemuda adalah harapan bangsa hendaknya jangan hanya sekadar dipahami sebagai kata-kata penyemangat. Pemuda harus menjadi ruh bagi pembangunan sebuah bangsa. Tidak bermaksud menepikan peran generasi tua, namun sebagai generasi yang masih dibekali kekuatan fisik, dan masih relatif bersih dari berbagai pengaruh kepentingan, para anak muda harus menjadi motor penggerak pembangunan bangsa. Generasi tua yang sudah ‘loyo’ dan sudah terkontaminasi berbagai kepentingan sudah selayaknya memberikan estafet kepemimpinan kepada generasi muda yang lebih segar, baik pola pikir maupun semangat.
Miris rasanya, jika melihat generasi muda yang ‘cuek bebek’ dan tidak mau tahu dengan perkembangan dan nasib bangsa. Padahal, pada 20-25 tahun yang akan datang, nasib bangsa ini sangat tergantung dari peran generasi muda. Kalau generasi mudanya bermental ‘tempe’ dan malas-malasan, niscaya pada 20 atau 25 tahun yang akan datang, bangsa ini dan rakyatnya akan hidup dalam kesusahan.
Namun kalau dari sekarang para anak mudanya bekerja keras, Â berjuang bersama membangun bangsa, niscaya mereka akan menikmatinya di masa tua nanti. Tentunya tidak muda mewujudkan semangat kemerdekaan para pejuang yang ingin melihat Bangsa Indonesia maju di masa mendatang. Namun dengan kerja, Insya Allah kemajuan itu akan bisa dicapai. Seperti pesan yang disampaikan Presiden SBY kepada pasukan Paskibraka pada Upacara Pengukuhan Paskibraka di Istana Negara, beberapa waktu lalu, tidak ada jalan lunak dan mudah untuk mencapai cita-cita.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, para generasi terdahulu harus mengobarkan jiwa dan raga, berlumuran darah untuk menjadikan Indonesia terbebas dari penjajahan. Sekarang, dimana Indonesia sudah merdeka, tentunya generasi yang ada tidak harus memanggul senjata atau menggunakan bambu runcing untuk berjuang.
Beda zaman, beda juga dalam mengimplementasikan perjuangan. Anak muda sekarang dituntut untuk berjuang dengan cara belajar yang rajin, bekerja dengan keras dan berpikir secara inovatif. Saya sepakat dengan wejangan Presiden SBY, meskipun hanya dituntut untuk belajar, bekerja keras dan berpikir inovatif, namun tidak mudah untuk membangun Indonesia menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.
Pada era globalisasi sekarang ini, tantangan yang dihadapi generasi muda akan semakin berat. Para anak muda harus menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri, mampu bersaing dan memiliki ketahanan nasional dalam menghadapi segala situasi.
Berbagai krisis yang terjadi di dunia saat ini, harus disikapi dengan kerja keras dan semangat yang membara, pikiran yang inovatif, sehingga bisa menyelamatkan Indonesia. Selain itu, berbagai tantangan di dalam negeri, mulai dari keutuhan bangsa, keamanan, pengangguran, kemiskinan dan kesejahteraan juga memerlukan kerja keras dari para generasi muda. Untuk itu, sebagai generasi muda, kita tidak boleh berleha-leha, larut dalam eforia kemerdekaan, tanpa melakukan apa pun untuk mengisinya. Yang muda yang berjuang adalah ungkapan yang pas untuk memaknai Kemerdekaan RI, sebagai implementasi dari semangat juang 45.(***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H