[caption id="attachment_76159" align="aligncenter" width="500" caption="Darkside of the Moon"][/caption]
.
Sama sekali tak enak. Diksi "sari" ada di mana-mana. Jika Saudara mengetik kata kunci "sari" dan menelusur mesin Google, terpampanglah kurang-lebih 40.000.000 entri. Begitu amat banyaknya sampai-sampai, jika Saudara membukai satu temuan per 30 detik, butuh 38 tahun menyelesaikannya. Dunia yang "royal" akan sari inilah yang kelak bikin Saudara terkenang-kenang nostalgia haru-biru bersama makhluk masa lalu bernama Sari, nonstop, sonder remisi.
Patah hati dari Sari itu sama dengan keterjeblosan dan keterpojokan. Reproduksi kata sari terus-menerus berlangsung sepanjang hayat. Sejak pagi hari, tukang roti saja sudah getol mengingatkan Saudara.
Xxx roti / roti xxx roti / tet tow-wet / tet-tot tet-tot / –kata jingel rekaman khas dari gerobak kayuh sang tukang. Lalu Saudara sontak teringat rasa selai kesukaan Sari.
.
Ke mana hendak lari dari sari? Kompartemen jus buah di supermarket isinya sari semua. Sari apel, jeruk, mangga. Rak kosmetik penuh dengan xxx-ayu atau krim xxx bengkoang. Bertamu ke rumah atau kantor orang, disuguhi teh xxx-wangi. Sedang ruang tamunya menyediakan majalah Inti-xxx. Hal ini diperburuk dengan kenyataan berjamaahnya penduduk Indonesia bernama Sari. Lelaki pun ada: Sarijan, Sarimo, Sariman. Sementara perempuannya jelas tak terhitung lagi. Satu-dua orang bernama Sari pasti terselip dalam nama kawan-kawan sepergaulan. Saudara punya kolega bernama Sari, bukan? Dan efek nostalgia-nostalgia tadi akan digandakan makin runyam jika Saudara menyaksikan Desi Ratnasari naik Mayasari Bakti. Genap sudah kesengsaraan.
.
Keadaan nostalgik tersebut dapat terjadi karena benak Saudara telah memiliki jalur khusus yang mengolah asupan inderawi, huruf atau bunyi, menjadi pola asosiasi hingga emosi tertentu. Singkatnya, tanpa perlu terlalu teknis-medis abrakadabra, huruf dan bunyi sari yang masuk lewat pencerapan indera diubah jadi data digital yang mengaliri sirkuit ribet sel-sel otak menuju direktori penyimpan kesan tentang Sari, lantas menghidupkan citra-citranya, autoplay.
.
Secara auditory bolehlah Saudara agak lega dalam situasi nyasar ke gerai jamu milik orang Tionghoa.
Haiyya, elu olang wudah gila kali kalaw cali kaset campul sali kemali. Owe cuma juwal sali lapet, hooo. Yah, setidaknya kuping kita tak dilewati bunyi /sa-ri/. Eh, ini bukan SARA. Kita kan sedang bicara SARI.
.
Entah dari mana datangnya paramasastra sari dalam perbendaharaan bahasa Indonesia. Bisa jadi dari kata Arab sharf; tetapi ia lebih mungkin dijumput utuh-utuh dari Sansekerta, sari, yang maknanya bersih; murni; suci. Yang jelas sari kadung bertebaran di sepenjuru dunia. Tak akan ada tempat sembunyi bagi mata dan telinga. Andai Saudara sedang berada di Suva, Karachi, Auckland, Melbourne, Houston, atau Southampton sekalipun, bule-bule hitam-putih pun tahu tentang sari. Kalau tak percaya, cek saja ke warga lokal. “Excuse me, Mam, do you know what sari is?” Niscaya yang ditanya menimpali: “Yeah yeah of course I do. It's a kinda bloody clothing you wear when you circle around pillar or trees to cry and sing”.
Wah, betapa barbarnya bule itu. Kalau ketemu bule macam itu lebih baik segera mudik ke Indonesia saja.
Dan silakan stress di Indonesia. Karena di sepanjang jalan ada plang berbunyi Toko Bangunan Sari Agung, atau Pangkas Rambut Dika Sari. Di tiang listrik pun ada jejaknya: “Sedot WC Pimp My Toilet, Hub. Sari, No Telp bla-bla-bla”, atau “Klinik Kumpul Sari, Mengobati Terlambat Bulan”. Bahkan di kebon sawit paling terpelosok di Kalimantan pun Saudara bisa menemukan bungkus-timah losyen antinyamuk cap xxx-puspa.
Nama dusun, desa/kelurahan, dan kecamatan sangat lazim memakai sari. Jumlahnya ribuan. Pergi ke Bandung, ketemu Saritem. Surabaya punya lokalisasi Bangun Sari. Magetan punya Madu Sari. Di Situbondo, Puncak Sari. Di Jambi, Tanjung Sari. Di Balikpapan, Manggar Sari. Melihat kenyataan tersebut hati salih Saudara mungkin langsung bereaksi: Ngehe belaka semua orang yang membangun lokalisasi di kawasan yang mengandung kata “sari”. Biar saya pernah patah hati, saya masih memuja Sari, tauk?! Celakalah mereka semua di neraka basement V. Ingin rasanya orang-orang itu kujatuhi vonis gelitik-sampai-mati setelah kugrebek kompleksnya, kupecahkan kaca jendelanya, kukantongi bir dan vodka-nya, lalu kuteriakkan nama akbar tuhan membahana.
.
Jauh lebih beruntunglah mereka yang terlanjur terlibat begitu dalam secara emosional (namun gagal membina hubungan) dengan mantan pacar yang namanya aneh-aneh macam Salsabellajuminten, Bellarussiajayawati atau Kristianisolechah.
.
Coba duarius-lah, jika Saudara memang sedang berpacaran serius dengan Sari saat ini. Jaga agar tak sampai bubar; hindarkan diri dari berbuat hal-hal kontraproduktif yang potensial jadi pemantik manuver bubar sepihak. Sebab jika hasilnya bubar, Saudara pasti dibombardir. Nama itu akan menyusup dan bertumpuk-tumpuk di memori bawah sadar Anda dari waktu ke waktu. Suatu hari nanti, di kala Saudara sudah berumah tangga dengan perempuan lain yang bukan Sari, bisa saja sari termunculkan dalam igauan. Saking penuh dan massifnya alam bawah sadar oleh nama itu, tiba-tiba ia diteriakkan pada tengah malam buta secara live di samping istri—Sariii sweeety, I'm hooome, karena ceritanya Saudara mimpi jadi anggota TNI menang laga lawan Malaysia di Perang Dunia III dan baru tiba di muka rumah dengan sambutan mesra dari yang bersangkutan. Apes betul jika siaran langsung itu terdengar pula oleh emak mertua. Yakinlah, insiden macam itu tak lucu sama sekali. Masak iya digampar side-A-side-B itu keren? Bah.
Usah bermain-main dengan perike-sari-an. Daripada kelak menyesal dan terhegemoni secara inderawi, cintailah Sari yang ada di sisi Saudara dengan sepenuh hati, sejak kini sampai mati.
Halah, cangkeme....
.
.
Selamat berakhir pekan.
***
.
-gambar dari sini-
.
.
.
Tiga puluh kilometer dari garis khatulistiwa, MMX AD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H