Saya menerima telefon barusan. Penelefon seorang jurnalis lokal (Medan). Ia menanyakan apakah perlu edaran Walikota atau pejabat di bawahnya untuk melarang kutip penerbitan Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) yang diperlukan oleh siswa tamatan barusan untuk keperluan melanjutkan pendidikan?
Saya jawab tidak. Ya, tidak. Hal yang diperlukan hanyalah provakasi agar rakyat melawan. Menolak setiap kutipan yang tak berdasar itu. Bahaya sekali anak-anak yang masih sangat "hijau" itu diracuni dengan pelajaran buru: abuse of power. Nanti dia potensil memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan dirinya sendiri secara melawan hukum denganb mengorbankan rakyat banyak.
Jika sudah diprovakasi, biasanya ada potensi meluas. Itu lebih kuat dari surat edaran. Surat edaran tidak ada manfaatnya, karena tanpa dijelaskan oleh sebuah surat edaran pun, pengutipan itu jelas-jelas melawan hukum. Semua tahu itu. Para Kepala Sekolah pun cenderung akan mensiasati tetap mengutip secara diam-diam dan dengan berbagai cara, meski sudah ada surat edaran. Dalam hati para sekolah itu pun bisa saja ada perlawanan diam-diam: "ah, jabatan saya ini kan saya bayar. Bagaimana saya mengembalikan bayaran itu?".
Karena itu, beritakan dulu dan ajak koran lain memberitakan sama-sama. Saya yakin melawan atau pun tak melawan (siswa dan orang tuanya), pihak sekoilah akan takut dengan sendirinya. Jika masih berjalan kutipan itu, maka kita hanya menunbggu takdir saja. Seburuk apa pun keadaan, jangan terpancing untuk ikut terjerembab. Jangan lupa membayangkan, bahwa sukses di dunia belkum tentu sukses di akhirat. Maka selaraskan keduanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H