Mama melangkah ke arah pintu, mematikan lampu, lalu berjalan keluar, dan meninggalkanku sendirian.
Kini hanya ada aku dan orang itu. Aku tahu dia masih di sana.
Kulihat pantulan cahaya di matanya. Dia masih terus memandangiku. Kubalas tatapannya. Mataku mulai terbiasa dalam gelap. Cahaya lampu taman menembus tirai jendelaku memberi sedikit penerangan. Sedikit sekali.
Dia tidak bergerak. Dia masih terus berjongkok di tempatnya.
Aku merasa takut. Tapi kupaksakan diriku untuk tidur. Aku berbaring miring ke sebelah kanan, memunggungi orang itu – si makhluk halus. Kututup wajahku dengan bantal.
Entah berapa lama aku tak ingat. Rasanya belum lama aku pulas ketika aku mendengar sesuatu.
“Ben …” terdengar suara serak menyebut namaku.
Aku berusaha tak menghiraukannya – aku tahu pasti siapa yang memanggilku.
Siapa lagi? Selain aku, hanya ada dia di kamarku saat ini.
“Ben …” panggilnya lagi.
Aku sungguh ketakutan. Aku sungguh-sungguh merasa ketakutan. Keringat dingin mengucur membasahi keningku, punggungku, dan aku menggigil. Aku ingin berdoa tetapi tak ada satu pun doa yang kuingat.