Mohon tunggu...
S Widjaja
S Widjaja Mohon Tunggu... lainnya -

Sharing ideas through writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembunuh (6)

17 Oktober 2014   19:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:39 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seseorang bertampang seram dan berambut gondrong menghampiri mereka. Dia diikuti beberapa orang lainnya. Beberapa di antaranya memakai seragam polisi. Sebagian lagi merupakan petugas satpam mal tersebut. Kholil ada di antara mereka.

“Kami dari kepolisian,” kata orang bertampang seram itu.

Erwan dan Hertandi menganggukkan kepala – hampir berbarengan.

Kejadian ini bukan pertama kalinya. Mereka yang datang pun bukan pertama kalinya bertemu dengan Erwan dan Hertandi – kecuali si polisi bertampang seram itu.

“Kami mendapat laporan kalau akan terjadi peristiwa kejahatan dengan kekerasan di sini,” kata Umbul – perwira polisi bertampang seram itu. Dia seorang reserse.

Penjahat seperti apa pun pasti takut berhadapan dengannya. Selain bertampang seram, berkulit hitam, tinggi besar dan berambut gondrong, Umbul memiliki mata yang terus menatap tajam lawan bicaranya.

Pasti Deisy yang menghubungi pihak kepolisian – pikir Erwan. Terlalu cepat mereka tiba di tempat ini. Belum lima menit setelah kemunculan Hertandi, polisi sudah sampai di sini.

“Saya yang memutuskan untuk segera datang ke sini begitu pihak mal menghubungi kami,” kata Umbul. Dia sepertinya bisa membaca apa yang dipikirkan Erwan.

“Tetapi tetap saja terlambat,” katanya perlahan – seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Beberapa petugas baik yang berpakaian preman maupun berseragam tampak mulai melakukan olah TKP. Sebagian lagi tampak sibuk berkomunikasi dengan ponsel.

“Saudara yang bernama Erwan?” tanya Umbul sambil mengamati Erwan.

“Iya,” jawab Erwan singkat.

“Menurut data yang kami miliki, kejadian ini bukan yang pertama kalinya,” kata Umbul lagi.

Erwan mengangguk.

“Ini yang kelima,” kata Erwan terus terang.

Hertandi melirik sahabatnya itu.

“Ketiga di tahun ini. Dua sebelumnya terjadi tahun lalu,” kata Umbul.

Erwan kembali menganggukkan kepalanya – menyetujui apa yang dikatakan Umbul.

“Semua pelaku penyerangan tewas,” Umbul meneruskan sambil memperhatikan mayat Galang – tampak beberapa petugas sedang melakukan pemeriksaan pada mayat itu.

Matanya menatap pisau komando yang masih ada di genggaman mayat Galang.

“Saya hanya membela diri,” kata Erwan menjelaskan.

Umbul mengangguk – ekspresi wajahnya tidak berubah.

“Tetapi anda tidak pernah terluka dalam setiap penyerangan itu. Sedikit pun tidak pernah. Entah itu tergores ataupun lebam. Bahkan kancing baju anda pun tidak ada yang lepas,” kata Umbul lagi. Sekarang dia mengamati Erwan, dari kepala sampai ke kaki.

Seperti apa yang baru saja dikatakannya, Erwan memang terlihat “terlalu” rapi untuk orang yang baru saja terlibat perkelahian atau pembunuhan. Tak tampak bekas-bekas perkelahian seperti baju yang kusut tertarik, kotor, bagian tubuh yang tergores, lebam, atau bahkan sisiran rambut yang berantakan. Orang ini mengerikan, demikian hasil pengamatan Umbul.

“Lokasinya juga selalu di sini,” kata Umbul lagi sambil memandang ke sekeliling. Matanya berhenti saat menatap kamera CCTV di salah satu sudutbagian atas tempat itu.

“Dan anda selalu membelakangi kamera CCTV ketika diserang para penjahat ini. Tidak jelas bagaimana terjadinya – bagaimana cara anda membela diri, tahu-tahu pelaku sudah dilumpuhkan,” Umbul terus berbicara. Dia mendekati kamera CCTV itu dan berdiri di bawahnya.

“Dan mati,” katanya lalu menengok dan kembali menatap tajam ke Erwan.

Erwan menyadari maksud kata-kata itu. Seandainya para penyerang itu tidak ada yang bersenjata tentu si reserse ini tidak akan heran. Kenyataannya kelima orang yang menyerang Erwan semuanya bersenjata – dua di antaranya bahkan bersenjatakan pistol, senjata api asli bukan replika ataupun airsoft gun dan semacamnya.

“Padahal anda tidak pernah membawa senjata – menurut catatan kami. Tentunya kami akan memeriksa anda setelah ini,” katanya lagi.

Reserse ini cerdas, bisa mengingat detail seperti itu. Erwan memperhatikan sosok yang perawakannya jauh dari kesan seorang pemikir.

Never judge a book by its cover.

Reserse dituntut untuk mampu melakukan pengamatan dan analisis secara cepat dan menyeluruh. Mereka bahkan mampu mengidentifikasi seorang pelaku kejahatan hanya dengan mengamati tingkah lakunya. Cara berjalan, berbicara, ekspresi wajah, dan lain-lain.

Tetapi Umbul ini luar biasa. Berbeda dari mereka yang sebelumnya pernah bertemu dengan Erwan dan menangani kasus yang serupa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun