Mungkin kita tidak asing lagi jika mendengar kata “lesbian”, “gay / homo”. Yups, dua penyakit ini merupakan nama dari gangguan identitas gender. Dimana seseorang merasa anatomi ngendernya tidak sesuai dengan identitas gender yang dirasakannya. Jauh sebelum peradaban menjadi modern seperti saat ini. Dua gangguan diatas telah jauh dijelaskan dalam Al qur’an.
(QS An Naml, 54:58)
54. Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah[1101] itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?"
55. "Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)."
56. Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih”
57. Maka Kami selamatkan dia beserta keluarganya, kecuali isterinya. Kami telah mentakdirkan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).
58. Dan Kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.
Dalam surah ini dijelaskan bahwa pada saat itu, pada masa ummat nabi Luth telah banyak yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis, yakni antara laki - laki dan laki - laki. Dan Allah telah melaknat perbuatan tersebut, karena perbuatan tersebut menyalahi kodrat yang telah ditentukan oleh Allah.
Banyak kasus - kasus yang menyebabkan terjadinya transgender ini sejak berawal pada masa kanak - kanak. Kebanyakan dari korban merasa tidak nyaman terhadap anatomi gender mereka. Ada pula yang mengalami krisis identitas gender dikarenakan pasca trauma atau kejadian yang berhubungan dengan seksual, dimana hal tersebutt dianggapn aneh atau meyakitkan untuk diingat. Yang pada akhirnya menyebabkan mereka membenci jenis gender tertentu dari lawan jenis ataupun sesame jenis.ada pula yang merasa bahwa mereka terjebak dalam tubuh yang salah. Dan akhirnya tidak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk merubah jenis kelamin mereka, untuk menghindari konflik dalam dirinya sendiri. Pada tingkat renaja sendiri kebanyakan dari mereka yang memiliki gangguan ini mengekspresikan keinginan untuk menjadi bagian dari gender lainnya. Seringkali mereka berperilaku sebagai anggota gender lainnya dan berharap untuk hidup dalam bagian gender lain. Atau mereka merasa bahwa memiliki emosionalitas yang sama dengan gender lain.
Meskipun demikian, tidak lantas membuat para transgender harus merubah identitas gender mereka. Karena yang mereka perlukan sebenarnya adalah pengarahan pada diri yang benar, seperti apakah mereka, tugas - tugas apa yang seharusnya dilakukan oleh gender mereka. Menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh traumatik yang mendalam dan lain sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H