Waktu itu pandanganku samar. Kulihat lebih dalam pada cermin dihadapanku. Dulu, aku selalu memuji diriku. Ah... betapa cantiknya diriku ini. Tapi sekarang, yang kulihat hanya seorang tua renta yang tak tahu sampai kapan aku mampu bertahan dari penyakitku ini, sebelum aku jatuh sakit, aku adalah wanita terkaya dan sukses didesaku. Dahulu aku selalu menjadi primadona desa. Sebut saja aku. Tina. Banyak pemuda yang ingin melamarku, dan akhirnya aku menolaknya karena mereka kurang mapan.
***
Sewaktu Tina menginjak SMA, dia tumbuh menjadi gadis cantik dan cerdas. Dia selalu mendapatkan peringkat pertama. Tina aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Dia terpilih menjadi ketua OSIS. Yah pada awalanya, rasanya biasa saja. Menjadi ketua seperti ini sudah biasa rasanya bagi Tina. Banyak yang dia rencanakan untuk masa depannya. Maklum saja, Tina adalah seseorang yang tak ingin hidupnya tersita dengan waktu senang - senang. Apalah yang kurang dari dirinya. Orang tuanya begitu bangga padanya.
Setelah lulus SMA, Tina memutuskan untuk kuliah diluar negeri. Ia mengambil konsentrasi ekonomi di Australia. Dengan kecakapan interpersonal dan verbalnya yang bagus, ia mampu lulus dalam waktu 3,5 tahun saja. Ditambah lagi nilai kelulusannya yang bisa dibilang sangat bagus. Karena semangat belajarnya yang tinggi, tak puas dengan strata s1, Tina berencana untuk melanjutkan s2-nya juga di luar negeri. Begitu Tina lulus, Tina juga dengan secara langsung kuliah s3. Lulus dengan coumloude. Yah dewi fortuna sedang berpihak padanya.
Setelah lulus dengan gelar doktornya, dia memutuskan untuk kembali ke Negara asalnya, Indonesia. Tina mengajar disebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Setelah Dua tahun bekerja, Tina memutuskan untuk menikah. Tina menikah dengan sesama dosen di perguruan tinggi yang sama pula. Setelah membina keluarga baru, Tina dikaruniai dua orang putra. Fani dan Reza. Hidup Tina serasa sangat bahagia.
Setelah sekian tahun berlalu, ketika Tina memasuki usia 65 tahunan, sang suami Aldo mulai merasa ada kejanggalan pada diri Tina. Lama - lama Tina sering berbicara tidak jelas. Terkadang ia juga lupa mengingat aktivitas yang telah dilakukannya 10 menit yang lalu. Seperti hilang ingatan singkat. Pada awalnya, Aldo hanya berpikiran mungkin istrinya sedang stress atau banyak pekerjaan. Tapi semakin hari, Tina semakin kacau. Tugas - tugasnya berantakan, akhirnya Tina berhenti dari pekerjaannya.
Karena merasa iba dengan keadaan istrinya, Aldo membawa sang istri ke dokter. Dan betapa mengejutkannya, dokter menyatakan bahwa Tina mengalami AD (Alzheimer’s Disease). Hati Aldo kacau mendengarnya. Betapa tidak, istri tercintanya mendapatkan penyakit yang memang tidak dapat disembuhkan. Semakin hari fungsi kognitif Tina semakin menurun. Saat ini Tina hanya berbaring di atas ranjang. Bahkan ia lupa bagaimana cara memakai baju, memegang sendok, lupa nama anaknya, dan sekarang berbicaranya pun terbata - bata. Kondisi fisik Tina semakin lemah. Akhirnya Aldo memutuskan untuk merawat inapkan Tina dirumah sakit saja.
Hari - hari aldo kini semakin disibukkan untuk menjaga dan merawat Tina. Istri terkasihnya yang telah mengkaruniakan dua malaikatnya, Fani dan Reza. Terkadang ia menangis merasakan apa yang dialami oleh istrinya. Bayangkan saja, bagaimana jika seseorang lupa siapa dirinya, lupa segalanya, tidak dapat berbuat apapun. Untuk mengingat namanya saja dia lupa. Setelah 8 tahun berjalan, akhirnya Tina meninggal dunia. Mungkin ini adalah obatdari Tuhan untuk istrinya tercinta. Untuk apalah hidup tanpa pemahaman diri, otak dan hati yang berfungsi. Cinta Aldo kepada Tina telah membuktikan segalanya. Bahkan sampai akhiir hayat Tina, walau namanya tak dapat diingat oleh kekasih hidupnya. Aldo bahagia bisa ada dalam duka sang istri.
***
Malam ini, aku sampaikan isi hatiku pada Tuhan. Semoga Tuhan menyampaikan pesan ini padamu, Tina,.
Di hari itu,
Aku melihat dua bola mata yang indah,
Bening bercahaya,
Senyum simpul dan sapa ramahmu
Telah mengaitkan hatiku padamu
Saat itu aku merasa terbang,
Aku masih ingat,
Kau mengenakan baju biru kesukaanmu,
Kau terlihat cantik,
Kau bagaikan permata biru
Damai jika orang memandangnya
Aku mencoba mengambilnya,
Dan akhirnya aku dapat memiliki permata itu,
Tapi,
Permata itu telah diminta oleh pemiliknya,
Apa boleh buat,
Jika memang permata itu tidak benar - benar milikku,
Pantaskah aku menahannya?
Tidak,
Mungkin, jika ditangan pemiliknya,
Permata itu akan terawat dengan baik,
Selamat jalan permataku,
Tunggulah aku disana,
Jagalah kilau indahmu,
Sampai aku tiba untuk menemanimu kembali,
Permata biruku,
- S.A.P -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H