Mohon tunggu...
Rizqi Maulana
Rizqi Maulana Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar mengubah rangkaian pikiran menjadi kata-kata

I talk (to myself) a lot

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kisah Persahabatan Dua Perempuan dalam "You and I"

8 Desember 2020   22:58 Diperbarui: 8 Desember 2020   23:13 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2020 ini saya menemukan satu film dokumenter Indonesia yang masuk ke daftar favorit. Film ini berjudul You and I yang merupakan film penutup di ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) tahun 2020. Karena pandemi, akhirnya film-film seleksi ini ditayangkan di KlikFilm sehingga bisa diakses dari ponsel. 

Lalu, ketika saya mencari info di Twitter, banyak ulasan bagus tentang film ini. Akhirnya, saya memutuskan untuk menonton You and I di saat-saat terakhir penayangan. Hasilnya? Saya tidak menyesal. You and I memberikan pengalaman menonton yang baru dan sangat berkesan.

Film You and I menceritakan kehidupan dua orang wanita paruh baya yang sudah hidup bersama puluhan tahun. Mereka adalah Ibu Kaminah dan Kusdalini. Bertemu pertama kali ketika menjadi tahanan politik yang terkait dengan peristiwa G30S/PKI. Dipersatukan oleh stigma yang didapat setelah keluar. Mereka menjalani hari-hari berdua bertahan hidup dan melawan semua opini miring tentang mereka. Itulah kisah besar dalam film ini.

Perasaan saya campur aduk ketika menonton film ini. Menurut saya yang awam, percakapan Ibu Kaminah dan Kusdalini ini layaknya sahabat biasa. Dialog terjadi dalam Bahasa Jawa yang masih saya mengerti. Sehingga ketika menonton saya tidak kesulitan memahami ucapan kedua tokoh.

Saya pun ikut tertawa dan terenyuh mendengar percakapan mereka. Perkataan-perkataan yang terlontar apa adanya dengan bahasa daerah (yang menurut saya menyebabkan makna ucapan mereka lebih mengena) membuat saya nyaman menonton film ini.

Satu hal yang menjadi nilai lebih dari film ini adalah: tidak menitikberatkan fokus ke masalah politik pada saat itu seutuhnya. Memang di awal dijelaskan latar belakang pertemuan kedua tokoh utama dan di pertengahan film pun ada pembahasan mengenai tokoh tentang kondisi politik pada saat itu. Namun, itu tidak mengambil tempat banyak karena kita akan disuguhkan percakapan alami yang lucu dan membuat hati kita sedih. 

Seperti yang sudah disebut sebelumnya, You and I tidak membahas masalah politik di era peralihan Orde Lama-Orde Baru lebih lanjut. Ada memang bagian ketika Ibu Kaminah bercerita soal Bung Karno dan kondisi mereka ketika di penjara. 

Akan tetapi itu tidak mempengaruhi mood film ini menjadi film politik sama sekali. Di perjalanannya, kita akan disuguhi cerita bahwa orang-orang seperti Ibu Kaminah dan Kusdalini masih memperjuangkan hak mereka di tengah keterbatasan. 

Pertemuan kecil yang ditayangkan menunjukkan bahwa mereka masih ingin membahas masalah pelanggaran yang mereka alami tempo dulu. Sepenggal kisah yang mengingatkan saya pribadi bahwa kejadian di masa itu memang ada dan hingga sekarang masih berusaha dibuka kebenarannya.

Kisah keseharian Ibu Kaminah dan Kusdalini dengan segala masalahnya tertangkap kamera dengan sangat alami. Bahkan ada momen di mana mata mereka beradu dengan kemera ketika melangkah. 

Saya menduga tidak ada alat pencahayaan berlebih yang digunakan. Ruang utama tempat Ibu-ibu ini bekerja (membungkus kerupuk) menjadi sangat terasa 'rumahan'. Kegiatan mencuci baju pun sangat sederhana dengan pengambilan gambar yang memberi jarak antara kamera dengan tokoh-tokoh ini.

Karena film ini berpusat di kehidupan dua orang, yang semuanya menjadi tokoh utama, saya merasa cerita dari mereka saja sudah cukup dan tidak perlu ada bahasan dari orang lain. 

Mungkin di beberapa film dokumenter, kita biasanya disuguhkan pendapat dan cerita dari berbagai narasumber. Ada yang sejalan dan ada yang saling berbeda pendapat. 

Saya pribadi sering merasa ada beberapa film yang masih kurang menayangkan narasumber yang berbeda pendapat. Jadi informasi-informasi yang ada tidak cover both sides. 

Lain cerita di film ini. Informasi mengenai G30S/PKI dan kehidupan eks tapol (ET) sudah banyak bertebaran dalam berbagai media. Jadi di film  yang fokus ke kehidupan pribadi memang tidak perlu ada narasumber yang berlebihan. Itu yang membuat perasaan ketika menonton film ini berbeda. 

Tidak ada proses komparasi informasi dan lain sebagainya. Sehingga menonton You and I hanya akan membuat perhatian kita terisap ke Ibu Kaminah dan Kusdalini. 

Singkatnya, saya menyarankan jika ada kesempatan menonton film You and I yang LEGAL, lebih baik disegerakan. Film-film seperti ini bisa menambah pengetahuan, khususnya bagi saya, mengenai tragedi G30S/PKI dan segala kesimpangsiurannya dengan bonus kisah romantis dari dua orang yang dipersatukan di penjara. 

Kisah hidup dua orang yang bersama melawan stigma dan ketakutan kan penilaian masyarakat. Kisah hidup mengenai perhatian anak muda mengenai sejarah bangsa yang masih perlu digali lebih dalam dengan sudut pandang yang lebih beragam.

Bacaan lebih lanjut

Sinema Persahabatan Perempuan Eks Tapol - Tempo

Menangkan Anugrah Film Bergengsi, "You and I" Bukan Film Biasa - VoA Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun