Bullying adalah perilaku agresif dengan menggunakan kekuasaan dominan dan digunakan untuk mengganggu seseorang yang dianggap lebih lemah. Victorian Departement of Education and Early Chilhood Development mendefinisikan bullying terjadi jika seseorang atau sekelompok orang mengganggu atau mengancam keselamatan dan kesehatan seseorang baik secara fisik maupun psikologis, mengancam properti, reputasi atau penerimaan sosial seseorang serta dilakukan secara berulang dan terus menerus.
Bullying pada anak bisa terjadi di mana saja. Biasanya tempat-tempat dengan pengawasan yang kurang oleh orang dewasa menjadi "langganan" terjadinya bullying. Tempat-tempat seperti taman bermain, warung internet, bahkan lembaga pendidikan pun bisa menjadi tempat terjadinya bullying. Hal ini dapat terjadi karena orang dewasa menganggap tempat- tempat tersebut aman untuk anak, dan ada pemikiran bahwa anak-anak selalu dapat berbaikan dengan sesamanya. Padahal menurut suatu penelitian perilaku agresi dapat muncul sekali setiap 24 menit di tempat bermain, dan 37 menit di dalam kelas. Hal ini tentu dapat memberikan beban psikis yang sangat berat untuk korban.
Penyebab bullying bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya, pelaku yang merasa dapat mendapatkan dominasi terhadap orang lain memaksakan kehendaknya untuk mencapai kepuasan pribadi. Dalam ilmu psikologi, ini disebut dengan abuse of power. Abuse of power adalah kecenderungan seseorang untuk mencari dominasi atau kekuasaan atas orang lain. Selain pelaku, penyebab terjadinya bullying juga bisa disebabkan oleh korban atau bahkan lingkungan sekitarnya. Korban yang tertekan biasanya akan menyimpan semua permasalahannya sendiri. Ini juga bisa disebabkan karena sebelumnya pelaku mengancam korban, dan orang-orang disekitarnya tidak menyadari bahwa korban mengalami kasus bullying. Dan yang terakhir bullying bisa terjadi dikarenakan lingkungan yang seakan-akan  "menutup mata" terhadap kasus bullying yang terjadi di sekitarnya.
Bullying dapat berdampak pada pelaku, korban, orang yang menyaksikan. Pelaku yang melakukan tindak bullying biasanya akan terus melakukan bullying sampai dengan tingkat selanjutnya. Sebagai contoh, jika pelaku terbiasa melakukan bullying pada tingkat SD, maka pada tingkat SMP pelaku juga akan memiliki kecenderungan yang sama jika tidak di tengahi dan diberikan penanganan yang tepat. Selain itu pelaku juga akan memiliki kecenderungan untuk bersifat agresif dan rentan terlibat dalam kasus kenakalan remaja yang lainnya. Korban merupakan orang yang paling dirugikan akibat tindakan bullying. Rata-rata korban akan mengalami masalah penanganan emosi, perilaku dalam jangka panjang, dan bahkan masalah akademis. Selain itu jika bullying terus dialami korban dengan jangka waktu yang panjang, korban akan memiliki kecenderungan untuk merendahkan diri, gampang merasa tertekan, dan suka menyendiri. Dan terakhir yang sering dirasa tidak terdampak apa-apa adalah saksi. Sebagai saksi mereka akan mengalami masalah psikologi yang serupa dengan korban. Gangguan kecemasan, ketakutan berlebih, dan merasa tidak aman dapat dirasakan oleh para saksi karena mereka merasa terancam akan dijadikan target oleh pelaku.
Lalu bagaimana dengan cara menanganinya? Langkah yang paling tepat untuk menangani adanya kasus bullying adalah dengan cara mencegah terjadinya bullying itu sendiri. Pencegahan itu bisa dilakukan dengan cara mengedukasi anak sejak dini. Seharusnya sebelum anak memasuki dunia pertemanan dan lingkungan yang lebih luas dari keluarga, anak sudah diajarkan bagaimana bullying bisa menghasilkan dampak yang negatif, baik untuk pelaku maupun korban. Meskipun tepat, langkah ini dinilai tidak efektif, dikarenakan sebagian besar pelaku kasus bullying adalah anak yang memiliki perasaaan bahwa ia kekurangan kasih sayang dari keluarganya, atau kurang bisa mengajarkan bagaimana caranya bersikap di lingkungan luar. Untuk itu, diperlukan adanya langkah-langkah lain untuk menangani kasus bullying. Langkah-langkah tersebut antara lain mengidentifikasi perilaku bullying sejak dini. Dengan langkah ini kita bisa memutus rantai terjadinya kasus-kasus bullying di depan hari. Karena pelaku juga mempunyai kecenderungan untuk mengajak orang lain untuk melakukan aksi yang sama dengannya, sebagai pembenaran atas perbuatannya. Langkah lainnya adalah memberikan pengawasan yang lebih pada tempat-tempat yang sekiranya rawan terjadi bullying. Hal ini bukan saja membuat pelaku kesulitan dalam melancarkan aksinya, tetapi juga membuat korban merasa bahwa dirinya dilindungi dan menyebabkan korban bisa terbuka terhadap kasus bullying yang terjadi padanya. Langkah terakhir, lebih tanggap jika ada pelaporan kasus bullying. Kasus bullying sebaiknya tidak diremehkan atau dijadikan bahan bercandaan, karena bisa membuat mental korban sangat jatuh. Pihak yang mendapat pelaporan harus lebih tanggap dan berusaha menyelesaikan kasus tersebut, dikarenakan bullying tidak hanya mengganggu perkembangan korban saja tapi juga mengganggu perkembangan pelaku.
Sebagai penutup, bullying bisa terjadi kepada siapa saja, dan di mana saja. Jika kita tidak tanggap dan peduli untuk menghentikan bullying, dampaknya tidak hanya saat itu saja, tapi juga akan menimbulkan dampak kedepan yang tentunya sangat merugikan. Maka dari itu, diperlukan adanya sinergitas dan kerja sama antara lembaga-lembaga pengasuhan anak dengan masyarakat sekitar agar nantinya kasus bullying bisa lebih ditekan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H