Mohon tunggu...
Rizki Meita Utami
Rizki Meita Utami Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru Bimbingan dan Konseling. Saya ingin menjadi guru BK yang bersahabat, dekat, dan selalu ada untuk peserta didik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Masih Zaman Guru BK Menghukum dan Memberi Poin Pelanggaran pada Peserta Didik?

10 Desember 2022   16:37 Diperbarui: 10 Desember 2022   16:40 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasanya menggelikan dan jadi bertanya-tanya saat peserta didik mengatakan "awas hati-hati sama guru BK nanti kalau ada masalah kamu langsung di-BK." Apa maksud dari kalimat itu? Awal Oktober 2021 saat pembelajaran sudah mulai luring meskipun hanya 50% peserta didik yang berangkat, terjadilah interaksi langsung tatap muka antara guru dan peserta didik. Di saat itulah pertama kali berjumpa dengan peserta didik di tingkat SMP yang tadinya saya bekerja di SMK. Akan tetapi, untuk melakukan pendekatan dengan peserta didik SMP tempat saya bekeja tidak lah mudah karena mindset mereka tentang guru BK yaitu sebagai tukang memberi poin saat mereka melakukan pelanggaran dan tukang menghukum peserta didik yang bermasalah.

Hal tersebut bukanlah sebuah halangan namun sebuah tantangan bagaimana cara merubah minset peserta didik yang mungkin masih terpengaruh dengan kakak-kakak kelas bahkan orang tua mereka yang dulunya bertemu dengan guru BK versi seperti pada mindset mereka. Waw, benar-benar tantangan. Terlebih tidak semua orang paham dengan peran guru BK di sekolah.

Dari hal tersebut, tugas guru BK menjadi semakin menantang karena bagaimana cara merubah mindset peserta didik yang sudah buruk tentang citra guru BK sendiri. Hal terpenting yang perlu dilakukan adalah menjadi seorang guru BK yang profesional dan menjadi guru BK yang bersahabat dengan peserta didik seperti harapan sedari dulu. Mengapa? Karena guru BK adalah sahabat peserta didik dan bisa menjadi tempat bercerita yang aman jika mereka sedang memiliki masalah.

Lalu, bagaimana dengan peserta didik yang "nakal"? sebenarnya, peserta didik yang memiliki perilaku berbeda dibanding teman-teman lain pastinya memiliki alasan dan ada penyebabnya mengapa mereka melakukan sebuah kenakalan atau hal yang kurang baik. Tugas guru BK bukan menghukum dan bukan memberi poin. Berdasar pengalaman yang pernah saya lakukan, mengajak mereka berbicara baik-baik di ruang BK sudah cukup membuat mereka jujur menceritakan penyebab mereka melakukan hal yang kurang baik. Saat mereka sudah jujur, apresiasi kejujuran itu dan selanjutnya dilakukan konseling untuk membantu dalam merumuskan cara agar mereka dapat menyelesaikan akar penyebab masalah yang dihadapi.

Tidak hanya satu, dua, namun ada banyak peserta didik yang butuh perhatian sehingga melakukan hal yang kurang baik. Terkedang sebagai guru BK merasa sedih dan prihatin dengan orang yang langsung menghakimi tanpa tahu penyebabnya apa. Jika dikorek lebih dalam, penyebabnya ya bukan diri mereka namun karena pola asuh orang tua, kondisi keluarga, yang rata-rata berawal dari keluarga.

Sampai di sini, apakah masih zaman guru BK menjadi tukang menghukum dan memberi poin? Anak bermasalah butuh bantuan agar dapat keluar dari masalahnya. Apabila menghukum dan memberi poin bukannya itu menambah masalah bagi mereka?

Selain itu, dengan melakukan pendekatan seperti mempersilahkan peserta didik untuk curhat melalui WhatsApp bagi yang malu datang ke ruang BK karena jika ke ruang BK menurut teman-temannya pasti dihukum dan poin juga perlu agar peserta didik tahu bahwa guru BK bukan sosok yang menyeramkan. Dengan hal tersebut, banyak peserta didik yang sedang memiliki masalah kemudian curhat melalui WhatsApp. Sebagai guru BK juga harus bersedia meluangkan waktu untuk membalas chat peserta didik karena mereka membutuhkan kehadiran dan kesediaan kita untuk mereka.

Saat peserta sudah merasa nyaman bercerita dengan guru BK, mereka tidak lagi segan untuk datang ke ruang BK untuk konseling. Selain itu, mereka pun tidak takut dengan anggapan teman. Mengapa? Karena mereka merasa nyaman dan sudah paham bahwa saat datang ke ruang BK tidak dihukum dan diberi poin melainkan mendapat pencerahan terkait masalahnya.

Saat bimbingan klasikal juga waktu yang tepat untuk membangun kepercayaan peserta didik pada guru BK dengan memberikan layanan bimbingan klasikal dan inovatif sehingga peserta didik merasa nyaman saat jam bimbingan klasikal. Pernah ada beberapa peserta didik di beberapa kelas yang mengatakan pada guru BK saat jam BK yang hanya 1 jp selesai mereka merasa kurang. Mereka ingin jam BK 3jp karena 1jp sangat kurang karena jam bimbingan klasikal menyenangkan dan harus lebih lama.

Dari hal tersebut maka bisa disimpulkan bahwa bimbingan konseling bukan hal yang menyeramkan justru peserta didik menjadi lebih menikmati jam BK dan mulai paham fungsi BK yang sesungguhnya. Akan tetapi tidak harus puas sampai di situ saja. Guru BK perlu terus berusaha untuk bisa tetap meyakinkan pada peserta didik bahwa BK bukan tempat memberi poin dan menghukum.

Bahkan pernah ada salah satu peserta didik yang senang dipanggil ke BK setelah melakukan perbuatan tidak baik. Dia menceritakan bahwa sudah tahu akan dipanggil ke ruang BK namun sudah tahu bahwa di ruang BK tidak dihukum oleh guru BK justru akan mendapat pengertian dan mendapat bantuan agar bisa menyelesaikan masalahnya. Benar adanya, saat di ruang BK dia bisa menceritakan masalahnya sampai akar-akarnya dan dia sendiri yang membuat solusi terkait masalahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun