Mohon tunggu...
Rozza
Rozza Mohon Tunggu... -

lagi menyendiri, mencari harmony..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mata Elang...

1 Mei 2010   15:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:28 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru hari ini aku merasa benar-benar jadi orang paling dudul sedunia. Bagaimana tidak?. Setelah sekian lama aku mondar mandir antara Jakarta-Sentul City, baru kali ini aku kesasar. Sehingga waktu tempuh yang biasanya hanya 1 jam, kali ini harus ku tempuh dalam waktu 3,5 jam. Ya betul, 3,5 jam. Gila khan? Semua karena si mata elang.Hallah. Siapa lagi itu?

Berawal dari halte. Menunggu feeder yang jam berangkatnya tentu saja sudah terjadwal. Sambil melongok-longok memperhatikan berbagai macam kendaraan yang lewat, tanpa sadar sesosok angkuh telah berdiri di sampingku. Style cuek, rambut lurus indah ala Katon, penampilan sedikit ‘liar’.

“Feeder nya sudah lewat blom?”, ah, ternyata dia tidak bisu.

“Kayaknya belum. Tunggu saja, sebentar lagi juga lewat”, jawabku hanya sekilas memperhatikannya.

Si mata elang itu kemudian duduk di samping kananku. Cuek, membuka lembaran koran sehingga menutupi jarak pandangku. Kepalaku melongok-longok. Setelah beberapa saat melihatku melongok-longokkan kepala, dia turunkan koran yang di bacanya. Menengok sesaat memamerkan senyum tipisnya.

“Terganggu ya...?”, sambil melipat korannya.

Aku hanya tersenyum saja.

Sialan. Rupanya sejak tadi sebenernya dia tahu bahwa aku terganggu dengan korannya. Tapi dasar makhluk menyebalkan, rupanya dia sengaja menggoda.

Sejenak kemudian di keluarkan HP nya. Memain-mainkan.

“HP mu hilang ya?”, tanyanya sejurus kemudian.

Aku bengong, “Nggak. Kenapa?”.

“Mau ku copet”, candanya dengan cuek.

“Mau nyopet koq bilang-bilang", aku tersenyum.

"Hanya biar aku tahu nomor HP mu", jawabnya.

"Kenapa nggak nanya langsung aja nomorku?”

“Aku tahu, kau tak akan mudah memberikannya padaku”.

“Memang tidak”.

Lalu percakapan mulai mengalir. Dari soal kehidupan sosial, anak jalanan, pengamen bis kota, preman halte dan lain-lain. Sampai kemudian, braakkk!!! Pas di depan kami, seorang tukang ojek terjatuh dari sepeda motornya. Rupanya dia selip ketika berbelok dengan tajam. Sang mata elang itu sontak membantu si tukang ojek untuk bangun dari sepeda motornya.

Ah, motor baru. Baru 2 minggu. Itupun nyicil. Dan sekarang motor itu sudah gores sana sini. Si tukang ojek terlihat menyesal.

“Sudahlah Bang, masih bersyukur abang selamat. Untungnya bis yang belakang tadi bisa mengerem pada saat yang tepat”, si mata elang menghibur abang ojek.

Aku memperhatikan dari tempatku duduk. Sejenak kemudian, si mata elang sudah kembali ke sampingku.

Sudah lewat 15 menit dari jadwal, namun feeder yang kami tunggu belum nampak. Aku mulai resah. Jangan-jangan feedernya nggak melewati rute ini, mengingat hari ini adalah May day. Siapa tahu rute yang biasanya di lewati oleh feeder, terganggu oleh demo buruh.

“Pak, kalo hari Sabtu, feeder nya lewatnya jam berapa ya?”, aku bertanya pada penjual minuman.

“Lha, seperempat jam yang lalu baru lewat mbak”, jawab si Bapak.

Aku dan si mata elang saling berpandangan. Sesaat kemudian, kami tertawa bersama.

Sial. Koq bisa siy? Kami berdua terlewat feeder.

Si mata elang menelpon. Aku masih bingung, musti naik apalagi ke sana ya..?

Ah, nyantai aja dulu. Sambil lihat-lihat sekitar. Tak berapa lama, si mata elang bediri.

“Yuuk”, ajaknya.

“Kemana?”, tanyaku.

“Itu aku di samperin ama temen. Ikut aja, ntar ku minta temenku anterin kamu”.

“No, thanks. Aku bisa sendiri. Silahkan”, aku mempersilakan dia pergi.

“Yakin?”.

“100%”, aku tersenyum.

“Inget dengan cepat. 0818 601 xxx. Kita ketemu lagi di sini Sabtu depan di waktu yang sama”, katanya sambil berjalan ke arah Sirion silver yang menunggunya.

Aku hanya tersenyum tanpa mengiyakan.

Dan sekarang, sumpah aku kebingungan mau naik apa. Akhirnya ku putuskan untuk naik mobil reguler saja. Dan.....

Tersesatlah aku. Kesasar kemana-mana. Turun naik dari satu angkot ke angkot lain. Melewati jalan-jalan kecil yang sama sekali tak ku kenal. Macet. Penuh sesak. Jauh karena tidak lewat Jagorawi. Aku tersenyum. Untuk saat-saat ini aku harus berterima kasih pada sahabatku yang telah mengajarkanku bagaimana menikmati hidup, bersikap santai menghadapi apapun kejadian dan menikmatinya bahkan kalau perlu mentertawakan diri sendiri.

Dan saat ini aku bisa melakukan itu.

Mentertawakan kedudulanku, sekaligus menikmatinya.

Semua kedudulanku hari ini gara-gara pesona sorot mata elang yang sebening telaga dewa. Aaahhh....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun