Mohon tunggu...
ryvo dnovaliano
ryvo dnovaliano Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sriwijaya

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Childfree Tanpa Sadar, Populasi Jepang Terancam Punah

27 Februari 2023   21:29 Diperbarui: 27 Februari 2023   21:40 2006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sih yang gak kenal dengan Jepang? Negara satu ini terkenal akan kemajuan tekhnologi hingga industri-nya. Jepang merupakan negara kepulauan di wilayah Pasifik Barat sekaligus negara dengan populasi terbanyak ke-11 pada 2022. Berdasarkan data dari IMF pada tahun yang sama, Jepang menempati posisi ke-4 dalam hal ekonomi terbesar.

                Selain itu, Jepang juga terkenal akan budaya kontemporer-nya, seperti Industri musik, perfilm-an, idol, hingga anime-nya.

Tahu gak nih?

Seorang profesor ekonomi dari Universitas Tohoku, Hiroshi Yoshida memperingatkan tentang kemungkinan musnahnya populasi Jepang dalam 1000 tahun kedepan.

Profesor Yoshida menerangkan bahwa sejak dekade 80-an Jepang telah mengalami gejala penurunan pertumbuhan penduduk, seiring dengan menurunnya tingkat produktifitas melahirkan wanita di Jepang yang berada di bawah angka 2 bayi per wanita, dari idealnya 2,1 bayi per wanita.

Pemerintah Jepang juga telah memproyeksikan bahwa dalam 50 tahun kedepan, tingkat produktifitas melahirkan wanita di Jepang yang akan menjadi hanya 1,35 per wanita.

Angka harapan hidup dan krisis demografi

Jepang merupakan negara negara yang maju, baik secara ekonomi maupun kesehatan. Rata-rata angka harapan hidup masyarakat Jepang adalah 88 tahun untuk wanita, dan 81 tahun untuk pria. Bagus sih, tapi tunggu dulu!

Tingginya angka harapan hidup masyarakat Jepang nyatanya tidak sejalan dengan tingkat kelahiran bayi di Jepang, yang hanya 1.35 bayi per wanita.

Saat ini bahkan telah terjadi ketidakseimbangan antara jumlah penduduk usia anak dan penduduk lanjut usia. Berdasarkan data dari countryeconomic.com pada tahun 2021 lalu, rasio penduduk lanjut usia di Jepang berada pada angka 28,70%, sementara jumlah penduduk usia anak hanya 13,5%. Ketidakseimbangan ini menjadi ancaman yang besar bagi Jepang.

Potret lansia di Jepang oleh: REUTERS/Toru Hanai
Potret lansia di Jepang oleh: REUTERS/Toru Hanai

Childfree tanpa sadar kekerasan struktural

Apa tuh, kok kekerasan struktural? Ya, kekerasan sendiri bukan selalu berbentuk kekerasan secara kasat mata.  

Menurut Johan Galtung, konsep kekerasan adalah setiap bentuk kondisi fisik, emosional, verbal, institusional, struktural, atau spiritual, juga perilaku, sikap, kebijakan atau kondisi yang melemahkan, mendominasi, atau menghancurkan diri kita sendiri dan orang lain.

Masih menurut Johan Galtung, kekerasan dapat dibagi menjadi 3. Yaitu, kekerasan langsung, kekerasan struktural, dan kekerasan budaya.

Dalam ancaman krisis demografi Jepang, kekerasan yang sedang terjadi adalah kekerasan struktural. Yaitu kekerasan yang tidak dilakukan secara langsung namun seiring waktu dapat menimbulkan masalah struktur yang terbentuk dari keadaan sosial yang terbiasa.

Ilustrasi pekerja di Jepang oleh: Shutterstock 
Ilustrasi pekerja di Jepang oleh: Shutterstock 

Faktor pendorong dan segitiga kekerasan

Agar mudah memahami faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan struktural, yaitu 'childfree tanpa sadar' dalam ancaman krisis demografi Jepang, akan dijabarkan dengan konsep segitiga kekerasan yang dikembangkan oleh Johan Galtung.

Sebelum itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang mendorong kebiasaan childfree tanpa di sadari oleh masyarakat Jepang. Terdapat setidaknya 4 faktor yang mendorong hal tersebut, yaitu:

  • Etos kerja, masyarakat Jepang memiliki budaya etos kerja yang sangat tinggi. hal ini dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk memberikan beban kerja lembur tanpa bayaran yang pantas. Jam kerja yang sangat banyak ini membuat masyarakat jepang tidak memiliki waktu untuk membangun hubungan (menikah).
  • Ekonomi, kebanyakan masyarakat jepang tidak ingin menikah sebelum merasa mapan secara ekonomi. Ini membuat mayoritas pria di Jepang enggan untuk memulai hubungan pernikahan.
  • Mengejar karir, berbanding terbalik dengan para pria, wanita di Jepang yang sudah mapan secara ekonomi cenderung enggan untuk menjalin hubungan pernikahan.
  • Peran dalam rumah tangga, kebanyakan wanita pekerja di Jepang enggan untuk menikah dan memiliki anak karena merasa terbebani jika harus bekerja sekaligus mengurus urusan rumah tangga.

Faktor-faktor tersebut dapat dipahami dalam konsep segitiga kekerasan Johan Galtung. Segitiga kekerasan sendiri terdiri dari 3 komponen, yaitu attitude (sikap), behaviour (perilaku), dan contradiction (kontradiksi). Penjelasannya seperti berikut:

  • Attitude atau sikap, yakni etos kerja, rasa enggan untuk mengurus rumah tangga, dan sikap takut akan masalah finansial.
  • Behaviour atau perilaku, yakni perilaku untuk bekerja keras demi mengejar karir, memenuhi kebutuhan ekonomi dengan jam kerja massif, serta enggan untuk membangun keluarga.
  • Contradiction atau kontradiksi, yakni menurunnya angka pernikahan dan kelahiran bayi di Jepang yang memiliki efek domino terhadap ekonomi hingga perdamaian.

Proyeksi populasi Jepang 2050 oleh PopulationPyramid.net
Proyeksi populasi Jepang 2050 oleh PopulationPyramid.net

Efek domino yang mengancam perdamaian

Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, dengan pertumbuhan penduduk yang semakin menurun, diprediksi beberapa tahun kedepan jumlah angkatan kerja di Jepang akan menurun. Sementara itu, tanggungan berupa jumlah lanjut usia akan lebih banyak.

Disisi lain, Jepang telah kekurangan tenaga kerja. Dimana tenaga kerja ini menjadi penggerak ekonomi Jepang. Dengan kurangnya tenaga kerja, maka ekonomi Jepang terancam jatuh.

Bukan hanya ekonomi domestik saja yang akan terancam. Seperti kita ketahui di awal, Jepang merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Selain itu, negara ini juga menaruh investasi ke negara-negara lainnya, seperti Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Jika terjadi kemerosotan pada ekonomi Jepang, maka efek domino yang terjadi akan mempengaruhi kestabilan ekonomi global. Tentunya nanti akan banyak perusahaan-perusahaan yang tutup dan mengakibatkan lonjakan angka pengangguran di negara-negara yang mendapatkan investasi dari Jepang.

Selain masalah ekonomi, ada masalah lainnya loh! Kalian mungkin pernah mendengar tentang konsep BoP atau Balance of Power, yaitu konsep tentang perimbangan kekuatan antara dua negara sehingga menimbulkan keengganan untuk berperang.

Nah, permasalahan krisis demografi Jepang juga berpengaruh terhadap pertahanan negaranya. Saat ini, JSDF atau Pasukan Beladiri Jepang mengalami masalah dengan kurangnya personel mereka. Pertahun 2022 saja, berdasarkan laporan dari the diplomat JSDF kekurangan hingga 16.000 personel.

Personel JSDF (Pasukan Beladiri Jepang) dalam latihan di Oyanohara tahun 2019, foto oleh:  Jacob Khors
Personel JSDF (Pasukan Beladiri Jepang) dalam latihan di Oyanohara tahun 2019, foto oleh:  Jacob Khors

Meskipun Jepang memiliki anggaran pertahanan yang tinggi dan teknologi yang bagus, namun kurangnya personel yang mengoprasikannya membuat kesiapan tempur JSDF diragukan.

Sebagai kekuatan penyeimbang di kawasan Asia Timur, Jepang bersama Korea Selatan dan Taiwan menjadi kekuatan yang menjaga stabilitas dalam menghadapi Cina, Rusia, dan Korea Utara. Jika kekuatan militer Jepang melemah, maka perimbangan kekuatan akan menjadi tidak stabil sehingga berpotensi menggangu perdamaian di kawasan Asia Timur.



Referensi

countryeconomic.com, 2021. Japan: Population Pyramid. Diakses pada 21 Februari 2023, dari

https://countryeconomy.com/demography/population-structure/japan

dailymail.co.uk (2012, 13 Mei). Falling birth rates mean Japan 'won't have any children under 15 by 3011'. Diakses pada 20 Februari 2023, dari https://www.dailymail.co.uk/news/article-2143748/Falling-birth-rates-mean-Japan-wont-children-15-3011-current-trend-continues.html

dailymail.co.uk (2017, 10 April). Japan's population to shrink by a THIRD within 50 years from 127 million to 88 million as long work hours and online porn are blamed for a drop in birth rate. Diakses pada 20 Februari 2023, dari

https://www.dailymail.co.uk/news/article-4397506/Japan-tries-heart-slightly-slower-population-fall.html

Hunt, J. (2018, 8 Agustus). Are Japan's Part-Time Employees Working Themselves to Death. The Atlantic,

https://www.theatlantic.com/business/archive/2018/08/japan-overwork/565991/

Porter, S. (2023, 9 Januari). Missiles Are No Substitute for Japan Self-Defense Forces' Manpower Shortage. The Diplomat,

https://thediplomat.com/2023/01/missiles-are-no-substitute-for-japan-self-defense-forces-manpower-shortage/

worldometer.info, 2020. Japan Demographics. Diakses pada 21 Februari 2023, dari

https://www.worldometers.info/demographics/japan-demographics/#median-age


Nama                           : Ryvo D'Novaliano

NIM                            : 07041282227038

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun