Hubungan antara retorika dan dakwah sangat erat. Retorika merupakan seni berbicara, sementara dakwah secara definitif berarti mengajak orang lain dengan cara berbicara. Dakwah yang dilakukan dengan bahasa yang indah akan memikat pendengarnya. Inilah yang disebut sebagai bentuk dakwah billisan.
Retorika mengenal komunikasi verbal, baik lisan maupun tulisan. Dalam dakwah, terdapat bentuk dakwah billisan dan bilkitabah (tulisan). Spektrum dakwah tidak hanya melibatkan berbicara, tetapi juga melibatkan mengajak dengan tulisan.
Selain itu, retorika juga mengenal komunikasi nonverbal, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Dalam dakwah, terdapat bentuk dakwah bilhal. Dakwah bilhal dapat dilakukan secara online maupun offline. Dalam retorika, bahasa tubuh dan gerakan tubuh juga penting, yang dalam konteks dakwah digunakan untuk menyampaikan keteladanan atau menjadi contoh yang baik.
Sementara retorika berkembang dari seni berbicara menjadi ilmu berbicara, dakwah juga berkembang dari kegiatan agama menjadi kajian agama. Retorika awalnya merupakan warisan budaya yang kemudian berkembang, begitu pula dengan dakwah yang berkembang menjadi ilmu dakwah yang sistematis, logis, dan dapat diverifikasi.
Jika tujuan retorika adalah untuk menyampaikan pesan secara informatif, persuasif, dan rekreatif, maka pesan dakwah yang terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak juga dapat disampaikan dengan cara yang sama. Bahkan, tujuan retorika dan dakwah, sampai batas tertentu, memiliki sifat yang edukatif.
Dalam konteks tujuan retorika persuasif, dakwah memiliki metode yang harus dilakukan dengan lemah lembut, yaitu dengan menggunakan bilhikmah, ceramah, dan diskusi.
Sama seperti dalam pengembangan retorika yang mengharuskan penggunaan bahasa baku, berdasarkan data dan riset, hal yang sama juga berlaku dalam dakwah, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun perilaku. Terlebih lagi jika kita mempertimbangkan bahwa mad'u (orang yang didakwahi) semakin kritis dan rasional.
Seperti yang diperkenalkan oleh Aristoteles dalam retorika, yaitu pathos, logos, dan ethos, para dai juga harus memiliki ketiganya, baik secara intelektual maupun spiritual. Namun, dalam konteks pathos, ekspresi sedih atau gembira dari para dai bukanlah semata-mata retorika.
Dalam berdakwah, penting untuk menguasai retorika verbal dan nonverbal. Sebaliknya, dalam beretorika juga diharapkan untuk memasukkan konten dakwah, seperti akidah, syariah, dan akhlak. Dakwah tanpa retorika akan menjadi tidak efektif, begitu pula retorika tanpa muatan dakwah akan menjadi tidak berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H