Perjalanan ekskursi ini dimulai pada pagi yang cerah ketika saya dan sekelompok teman berangkat dengan bus menuju kota Serang. Perasaan saya campur aduk; ada semangat, tetapi juga kekhawatiran. Menginap di pesantren---lingkungan yang jauh berbeda dengan kehidupan saya yang beragama Kristen---menjadi tantangan tersendiri. Namun, saya melihat ini sebagai peluang untuk memahami kehidupan saudara-saudara Muslim secara lebih dekat.
Setibanya di pesantren, suasana terasa sangat berbeda dari kehidupan saya di Jakarta. Keterbatasan fasilitas dan sistem pembelajaran di pesantren cukup mencolok jika dibandingkan dengan sekolah saya. Namun, semangat belajar para santri mengajarkan saya bahwa kesederhanaan bukan penghalang untuk meraih ilmu. Begitu juga dengan pola kegiatan yang padat dan disiplin tinggi---sebuah rutinitas yang jarang saya temui di kota besar.
Saya ingat malam pertama saat makan malam disajikan. Nasi dan ikan asin yang begitu kuat rasanya membuat saya harus meneguk air mineral dalam jumlah besar. Namun, hal sederhana seperti ini memberikan gambaran nyata tentang kehidupan pesantren yang penuh dengan kesederhanaan. Setiap pengalaman di sana---mulai dari tur pesantren, mengajar bahasa Inggris, hingga mengikuti pengajian malam---menciptakan mozaik cerita yang membentuk kesan mendalam.
Saat mengajar bahasa Inggris kepada para santri, saya menghadapi tantangan baru. Cara penyampaian materi harus saya sesuaikan dengan pemahaman mereka. Di sisi lain, sesi olahraga seperti voli dan bulu tangkis menjadi momen yang mempererat hubungan dengan para santri. Contoh-contoh kecil ini menunjukkan bahwa meski berasal dari latar belakang berbeda, kami tetap bisa saling belajar dan berbagi kebahagiaan.
Menurut saya, ekskursi ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan hati dan pikiran. Awalnya, saya merasa terganggu karena waktunya bertepatan dengan persiapan SAT. Namun, setelah menjalani semua proses, saya sadar bahwa pengalaman ini jauh lebih berharga. Ekskursi ini mengajarkan pentingnya empati, toleransi, dan memahami keberagaman dari perspektif yang lebih luas.
Seperti memasuki bab baru dalam buku yang belum pernah saya baca, pengalaman di pesantren membuka wawasan baru tentang kehidupan komunitas Muslim. Setiap halaman---dari rutinitas pagi hingga pengajian malam---menambah pemahaman dan kedalaman cerita. Pesantren menjadi cermin yang memantulkan sisi lain dari kehidupan yang sebelumnya asing bagi saya.
Pesantren tempat kami menginap memiliki suasana yang sederhana namun penuh makna. Bangunan-bangunan asrama berjejer dengan ruang belajar yang terbuka. Suara lantunan ayat suci terdengar setiap pagi dan malam, menciptakan ketenangan tersendiri. Kehidupan di sana berjalan dengan disiplin tinggi, namun penuh kehangatan dan kebersamaan. Suatu pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam tentang kesederhanaan dan solidaritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H