[caption id="attachment_355243" align="aligncenter" width="500" caption="Sumber: http://goo.gl/eR80Mu"][/caption]
Tidak terasa, sudah lebih dari 15 tahun kami bersama, sudah banyak yang kami alami dan lewati bersama. Kami dikaruniai tiga orang anak yang baik dan cerdas. Sayangnya, pernikahan kami semakin hari semakin terasa hambar. Kami sering bertengkar satu sama lain, mulai dari hal-hal kecil sampai hal-hal besar.
Namun demikian, kami punya satu komitmen, bahwa kami tidak akan bertengkar di depan keluarga besar dan anak-anak kami. Sebuah sandiwara besar yang kami mainkan dengan sangat baik, sampai semua orang tertipu dan iri dengan keharmonisan semu yang kami ciptakan.
Hanya segelintir orang yang tahu kondisi kami sebenarnya, tentang sandiwara yang terpaksa kami mainkan untuk menjaga harga diri dan reputasi kami sebagai seorang pemimpin perusahaan besar.
Saya sebenarnya sudah muak dengan hubungan dan kepura-puraan kami, saya yakin begitu juga dia. Kami sudah lama berpisah secara tidak tertulis, walau status KTP kami masih menikah dan masih mengenakan cincin pernikahan kami.
Saya, dengan sepengetahuannya, berjalan dengan wanita lain, namun dia seolah tidak peduli. Hal yang sama, juga terjadi dengannya. Aku tidak terlalu peduli, dia ingin jalan atau bahkan berkencan dengan siapa. Namun, jujur, kadang saat dia menangis karena disakiti oleh pasangan kencannya, saya merasa kasihan juga, namun saya tetap diam sesuai komitmen awal kami untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. Kami seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu atap.
Semalam, saya mencoba untuk berpikir ulang dan mengingat kembali semua peristiwa yang membawa kami kepada hubungan yang menyedihkan ini. Tidak lama bagi saya untuk menemukan jawabannya.
Semua dimulai dari pertemuan kami di bangku kuliah. Dia terlihat cantik dan menarik. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Berbagai usaha saya lakukan dan usahakan untuknya. Tidak butuh waktu lama untuk saya menarik perhatiannya dan menjadikannya sebagai pacar saya.
Singkat cerita, selesai kuliah, kami memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga. Saat itu,  sebelum menikah pun, saya sebenarnya sedikit ragu, ditambah lagi dengan orangtua saya yang kurang setuju dengan  hubungan kami. Namun saya bersikeras untuk menikahinya dan meyakinkan orangtua saya.
Bagi saya waktu itu, saya melakukannya karena cinta. Sekarang, setelah saya pikirkan kembali apa alasan sejati saya menikahinya, saya mengerti, bahwa saya menikahinya bukan karena cinta, namun karena dia cantik dan menarik.
Kenapa saya bisa bilang begitu? Karena walau dia cantik, dia cukup matrealistis dan egois, selalu saja saya yan mengalah setiap kali kami bertengkar. Bahkan, yang paling parah, beberapa kali saya memergoki dia sedang berjalan dengan pria lain.
Saya sadari bahwa dari segi fisik, saya tidak terlihat menarik, juga tidak humoris, bahkan sebagian besar orang berkata pada saya bahwa saya sangat kaku. Namun demikian, saya juga manusia yang punya hati dan perasaan. Setiap kali dia menyakiti saya, saya selalu memaafkannya dan berusaha untuk melupakannya.