Sumber: http://goo.gl/vv8HuZ
Secara alami, sifat dasar manusia adalah egois atau bertindak sesuai dengan keinginan (free will). Namun karena manusia juga merupakan makhluk sosial yang hidup bersama manusia lainnya, maka keinginan-keinginan tersebut terbatasi oleh kesepakatan-kesepakatan dan peraturan-peraturan.
Namun karena kepentingan, beberapa orang kemudian berkumpul dan membentuk sebuah kelompok guna mendapatkan kekuatan, kekuasaan dan dukungan untuk bertindak dan mendominasi. Hal ini sangat alami dan sesuai dengan hukum alam, “yang kuat, yang menang”.
Pada awalnya, kelompok-kelompok dominasi sangat terlihat dan pada dasarnya mempengaruhi kehidupan orang lain yang ada di sekitarnya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak perubahan-perubahan yang terjadi. Jika dulu kelompok dominasi kebanyakan menindas, sekarang dengan adanya hukum dan kesepakatan hak asasi manusia (Human Rights), maka kelompok-kelompok dominasi dikendalikan kekuatan dan kekuasaannya agar tidak merugikan kehidupan banyak orang.
Kita lihat bagaimana kehidupan liar, di mana predator memangsa mangsanya. Kemudian bagaimana di masa kapitalis di Eropa, pekerja diperlakukan seperti budak –– kerja diperas dengan upah minim. Sekarang, walau sudah lebih manusiawi, namun praktik-praktik tersebut masih saja dilakoni oleh beberapa perusahaan atau organisasi tertentu. Contoh lainnya, kita bisa lihat bagaimana orang-orang yang berkuasa dapat lolos dari jerat hukum dengan mudahnya. Contoh-contoh di atas, menunjukkan bahwa di dunia ini selalu ada dominasi.
Ada pun menurut KBBI, mendominasi memiliki arti "menguasai", dari kata dasar dominasi atau "penguasaan terhadap pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah".
Hal tersebut, suka atau tidak suka, akan kita alami dalam kehidupan kita. Pertanyaannya kemudian, apakah kita menjadi orang yang mendominasi atau didominasi? Apakah kita bisa mendominasi atau selalu didominasi?
Mengapa penting bagi kita untuk tahu tentang dominasi? Secara sederhana, agar kita bisa menghindari stres dan tekanan yang muncul terhadap dominasi tersebut, terutama jika kita adalah orang yang sering didominasi.
Dalam hidup, kita pasti memiliki pengaruh, sedikit atau besar, keberadaan kita akan mempengaruhi minimal, lingkungan sekitar kita. Seseorang yang mampu mendominasi, biasanya lebih mampu untuk survive dan sehat dibanding orang yang selalu didominasi.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mendominasi atau minimal tidak selalu didominasi?
Pertama, yang perlu kamu lakukan adalah memahami kekurangan dan kelebihan kamu. Dengan mengetahui kekurangan kamu dan menerimanya, kamu bisa terus bertumbuh dan memperbaiki diri.
Kemudian, pahami lingkungan sekitarmu. Lingkungan sekitar yang dimaksud di sini adalah lingkungan tempat kita berada, baik tempat tinggal, sekolah dan sebagainya. Pahami bagaimana sikap orang-orang di lingkungan sekitar agar kamu dapat berbaur, “menguasai informasi” dan “menguasai medan”, sehingga kamu selangkah lebih maju untuk mendominasi.
Pernahkah kamu melihat orang yang pemalu dan selalu ragu untuk mengungkapkan apa yang dia pikirkan? Atau kamu sendiri masuk dalam kategori itu? Jika ya, maka ini adalah salah satu penghambat kamu untuk mendominasi. Karena dengan diam, tidak akan ada yang tahu apa pemikiran dan ide kamu, dengan kata lain, kamu gagal menunjukkan kelebihan diri.
Bukan berarti lantas kamu menjadi orang yang banyak bicara. Karena yang diperlukan untuk dominasi, selain keberanian berekspresi dan pemahaman akan diri dan lingkungan, juga diperlukan kepercayaan dan respect dari orang lain.
Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan atau respect dari orang lain terhadap kita adalah pengetahuan kita, tingkat kenyamanan mereka saat berbicara dengan kita, cara kita memecahkan masalah, dan masih banyak lagi faktor lainnya.
Sayangnya, tidak semua orang mengerti dan melakukan hal tersebut, lantas apa artinya mereka gagal mendominasi? Bisa jadi ya. Karena mereka tidak akan mendapat perhatian dari lingkungannya.
Namun demikian, teori tersebut tidak berlaku dalam kondisi tertentu, seperti misalnya, seorang wanita cantik bisa mendapat perhatian dan didengar oleh banyak orang hanya karena dia “cantik”, bukan karena mereka memiliki pandangan luas, suka bergaul dan sebagainya. Sebuah realita yang tidak adil, tapi itu yang terjadi.
Selama masih ada penikmat kecantikan, maka akan selalu ada orang-orang yang mampu mendominasi keadaan atau lingkungan dengan “kecantikannya”. Itu menjelaskan, mengapa perusahaan sering menggunakan SPG yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan menjual secara verbal, namun mereka menjual secara visual dan mendominasi perhatian sekelilingnya.
Sumber: http://goo.gl/jSBsJc
Di masa sekarang, dominasi bukan lagi melulu masalah siapa yang lebih kuat atau siapa yang lebih lemah, namun siapa yang bisa mengendalikan dan menguasai keadaan.
Misalnya saja, seperti saat kita melihat anjing kecil, atau bayi, atau barang yang lucu, secara tidak sadar kita terdominasi oleh mereka dan memusatkan perhatian pada mereka.
Ulasan di atas adalah gambaran dominasi secara garis besar dan apa yang seringkali terjadi. Namun lebih sulit dan kecil daripada itu adalah mendominasi diri sendiri. Karena masih banyak orang yang dikendalikan oleh emosi, keinginan dan pemikirannya.
Mengapa kita khawatir, sedih, takut dan sebagainya. Semua dipengaruhi oleh stimulus dari lingkungan yang diterima oleh panca indra kita dan kemudian diproses oleh pikiran. Jika seseorang mampu mengendalikan pikirannya, maka dia akan mendominasi dirinya sendiri dan dapat melakukan banyak hal positif yang membantu dirinya untuk mendominasi lingkungannya.
Menjadi orang yang dapat mendominasi lingkungan adalah sebuah prestasi yang sulit untuk dicapai, karena seseorang yang mendominasi lingkungannya, pasti memiliki tanggung jawab yang besar dan menjadi pusat perhatian.
Orang yang terus mendominasi orang lain, punya kecenderungan untuk menjadi orang yang egois dan semena-mena. Namun orang yang terus didominasi orang lain, akan menjadi orang yang rendah diri dan memiliki mental yang kurang baik.
Dalam hidup, ada kalanya kita mendominasi dan didominasi oleh orang lain. Karena itu dibutuhkan toleransi dan pandangan yang luas untuk menerima berbagai keadaan dalam hidup. Agar saat kita mendominasi, kita tidak menjadi sombong dan semena-mena dan saat kita didominasi, kita tidak bersungut-sungut dan selalu berpikir negatif.
Baca juga tulisan saya yang lainnya:
Bisakah diterapkan di Indonesia? “Suspended Coffee” dan Apa Dampaknya?
Hubungan Manusia, Definisi dan Persepsi
Tips Memilih Pasangan Yang Tepat Sebelum Menikah
Bahaya dan Cara Cegah False Memory
Menggali dan Mengembangkan Potensi Anak tanpa Membebaninya
Rasa Takut, Cinta, Naluri dan Obsesi
Kartu Kredit, Membantu atau Menyusahkan?
Note: Tulisan adalah karya pribadi. Silakan copy paste, namun tetap santun dengan cara memasukkan nama dan email penulis.
Penulis : Hong Kosan Djojo/Ryu Kiseki
email : ryukiseki@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H