Kemarin Jumat, tepatnya hari Jumat tanggal 3 Juni 2011, saya akhirnya mencoba menonton teater bersama sahabat ke Salihara di bilangan Pasar Minggu. Sebenernya sih motif utama menonton teater itu bukanlah teater itu, tetapi pada isi teater. Bingung? Sama, gw juga bingung dalam jelasinnya :D .
Awalnya dari membaca koran Kompas bertanggal 29 Mei 2011 dimana ada agenda Teater Satu yang menceritakan tentang pengurusan visa kedubes Amerika Serikat di Salihara yang penulisan naskah ditulis oleh Goenawan Mohamad. Hal ini membuat saya begitu antusias. Doushite? (mengapa?) pertama, tentang visa AS. Dulu setahun yang lalu saya pernah nganterin sahabat ke kedubes AS untuk mengurus visanya ke AS, saat anterin sampe ke depan kedubes AS, ane liat banyak orang yang antri. Selain itu, ane juga sering baca postingan blog orang tentang pengurusan visa AS yang ribet, ada cerita berhasil, ada pula cerita gagalnya. Ane juga mencari tahu bagaimana prosedur-prosedur mengurus visa AS yang ternyata ribet dan birokratif.
Segera setelah tau informasi teater ini, ane langsung kabarin ke sahabatku itu. Apalagi sahabatku ini termasuk yang gagal mendapat visa AS dan sempat terpukul karenanya, oleh karena itu siapa tau setelah menonton teater ini dia setidaknya bisa terbebaskan dari trauma visa AS (tapi dari habitnya sih sepertinya akan tetap trauma hahaha...) :D .
Kedua, mencari hal baru. Yup, ane tidak pernah menonton teater sama sekali. Bahkan dulu pernah ditawar oleh teman waktu kuliah untuk menonton teater akar di kampus tapi saya tampik karena memang tidak berminat dengan teater, apalagi sudah terbentuk imej orang-orang teater itu aneh bin ajaib, soalnya dulu pernah ketemu grup teater di Senayan saat lagi jalan-jalan abis dari pameran, ane pernah diketawain oleh sekelompok teater, padahal penampilanku biasa aja dan emang ga interaksi sama mereka tapi kok saat melihat saya mereka malah tertawa kompak... bahkan temanku pada waktu itu juga bingung kenapa mereka tertawa T_T .
Well terlepas dari pengalaman gila itu, akhirnya ane mau juga menonton teater kali ini, yah mungkin karena ingin tau juga seperti apakah itu teater. Itupun juga karena ingin tahu cerita visa apakah yang hendak diceritakan? Apakah sesuai dengan cerita-cerita pengurusan visa ala sahabatku itu?
Ketiga, nama Goenawan Mohamad. Tidak bisa dipungkiri, nama ini jadi faktor mengapa mau nonton teater. Soalnya saya sering membaca puisi-puisinya di Kompas, susunan kata-katanya begitu menarik dan buat saya menjadi inspirasi untuk membentuk ide-ide menulis blog, atopun puisi bahkan status FB :P .
Oke, setelah datang ke Salihara via motor (sebelumnya tersesat dulu ke Pancoran, gara-gara ane lupa arah jalannya ^_^" ), beli tiket seharga Rp. 50.000 per orang. Eh iya, sahabatku itu termasuk wartawan sehingga dia punya tagname pers, kebetulan saat itu ada meja buku tamu khusus pers, jadilah temanku mengisi dan mendapat brosur yang sepertinya eksklusif buat wartawan (ngiler gw liatnya... mungkin gw harus daftar menjadi pers... ^3^ ).
Saat mengantri masuk ke ruang teater, tiket disobek oleh petugas, tetapi hanya satu tiket yang disobek sementara tiket yang lain malah utuh... loh kenapa satunya lagi ga disobek? Itulah yang menjadi misteri, tapi saya menduga mungkin karena ada sahabat yang memakai tagline pers makanya tiket itu tidak disobek, mungkin loh ya... klo pers itu digratiskan??? Ahaha entahlah...
Oke sudah masuk ke ruang teater, tempatnya kecil, tidak terlalu luas seperti stadion Gelora Bung Karno, pun juga tidak seluas bioskop, mungkin kira-kira kapasitas duduknya sekitar 100 orang saja. Oiya para penonton saya liat sepertinya termasuk orang yang menghargai seni, terlihat dari cara berpakaiannya rada-rada berkelas tinggi, sangat jarang saya melihat syal-syal dipakai (merasa malu dengan diri sendiri, berasa kayak lagi di planet alien :P ).
Sayangnya didalamnya tidak boleh memotret, jadi saya hanya membantu dalam segi membayangkan suasana seperti apa yang didalamnya. I'll do my best to lecture all of you (loh) :P . Didalam panggung sudah tersedia set semacam tempat duduk dan tangga antrian. Dekorasi set-set itu terbagi 3 bagian, tangga untuk masuk ke ruangan, ruang tunggu, dan ruang kelas. Set-set itu sendiri tidak dipisah partisi, tetapi hanya pengaturan dekorasi set saja yang tampak dibatasi. Terdapat layar putih besar dibelakang panggung, saya tebak ini akan dipakai semacam layar untuk presentasi karena ada alat infokus yang tergantung di tengah-tengah atas panggung secara tersembunyi, jikalau tidak ada cahaya lampu warna-warni infokus, maka saya tidak akan menyadari kehadirannya.
Acara dimulai, muncul anak kecil yang berdiri di ujung tangga, yang diikuti semacam narasi. Setelah itu muncul sekelompok orang-orang yang berbaris di set panggung tangga panjang, mungkin menggambarkan antrian masuk ke kedubes AS seperti yang ane liat sewaktu mengantarkan sahabat ke kedubes AS. Ada mahasiswi cantik, pemuda kantoran, orang gaul, dua pelajar cewe yang bertemanan, ibu-ibu, bapak-bapak, dua pekerja yang tampaknya seorang sales, perempuan bergaya gipsy, dan seorang pria maho.