Pemanfaatan plastik untuk kebutuhan sehari-hari, seakan sudah lumrah dilakukan. Seiring meningkatnya kebutuhan harian, penggunaan plastik yang dianggap efisien pun turut meningkat setiap waktunya. Padahal, dibalik ringannya plastik ada banyak bahaya yang mengintai. Â
Misalnya saja, menumpuknya sampah-sampah plastik bekas makanan dan minuman, atau pun plastik kemasan produk yang tidak bisa mengurai dengan cepat. Padahal limbah plastik yang tidak mudah mengurai, secara tidak langsung berdampak pada lingkungan. Terlebih, kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan, membuat masyarakat seenaknya sendiri membuang sampah di sembarang tempat.
Pencemaran, demi pencemaran lingkungan terus meningkat setiap waktu. Rusaknya ekosistem air pun tak dapat dihindari, karena dampak dari pencemaran lingkungan berupa sampah. Lihat saja, sampah berceceran di sungai dan pinggir-pinggir jalan seakan menjadi pemandangan yang biasa ditemui. Ini alasan kenapa Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar di dunia.
Terlebih saat masuk bulan Ramadan seperti sekarang. Banyak sekali pasar ndadakan yang menjual berbagai aneka makanan ringan dan varian lauk pauk yang siap disantap saat berbuka puasa. Dan jika dicermati lebih dekat lagi, hampir dari semua makanan tersebut dibungkus dengan plastik.Â
Lalu, usaha apa yang sudah kita lakukan untuk mengurangi sampah plastik?
Mulailah dari diri sendiri. Niatkan pada hati, bahwa anda ingin mengurangi dampak dari sampah plastik demi lingkungan yang lebih baik. Hal inilah yang mulai saya terapkan sejak lima bulan terakhir. Dengan membawa tas sendiri saat belanja, mengganti plastik dengan kotak makan saat beli lauk, tumbler sebagai ganti plastik es atau pun sedotan bambu dan aluminium sebagai ganti sedotan plastik.Â
Mulanya, agak ribet. Karena, harus bawa-bawa tempat sendiri dari rumah. Bahkan, awalnya saya sangat gengsi kalau membawa tas belanjaan sebagai ganti kantong plastik. Seakan-akan kembali ke masa lalu harus bawa tas sendiri, padahal saat beli kita sudah disediakan kantong plastik dari si penjual.
Namun, suatu hari ketika saya lihat kakak sulung dengan santainya membawa tas dan kotak sendiri saat belanja di pasar tradisional, disitu saya merasa ditampar. Sejenak saya merenung, kenapa selama ini saya tidak bisa menerapkan zero waste kalau orang lain saja bisa. Kenapa harus malu, kalau dampak dari mengurangi sampah plastik bisa dirasakan secara nyata untuk semua orang.
Bahkan sekarang ketika saya lupa membawa tas  belanjaan dari rumah, dengan sopan saya menawarkan kepada si penjual supaya tidak dibungkus dengan kantong plastik. Bahkan terkadang, saya harus ngempet buat beli jajanan jika si penjual terpaksa memakai kantong plastik sebagai pembungkus utama.