Dear Pak Menteri yang terhormat,
Mohon maaf jika mengganggu jam istirahat Bapak. Kami tahu bahwa Bapak sedang beristirahat dari kejenuhan lini media sosial yang terus-menerus mendera Bapak akibat usulan Bapak soal full day school itu. Dan Bapak saat ini mungkin merasa sedikit lega karena bombardir soal pendidikan sudah banyak mereda akibat booming-nya berita soal rekan Bapak, Pak Arcandra Tahar yang cuma menjabat 20 hari sebagai menteri ESDM, populernya pokemon, berita sok tahu naiknya harga rokok dan tentunya dinobatkannya Mukidi sebagai artis papan atas.
Tapi bisa saya pastikan, bahwa belum saatnya Bapak leyeh-leyeh lho, bukan nakut-nakutin tapi kami tidak lupa akan ide brilian Bapak soal full day school. Tidak, justru dengan surat ini, saya, sebagai wakil orangtua murid dan beserta rekan-rekan yang lain mendukung penuh usulan Bapak itu.
Mungkin Bapak heran dan lantas bertanya, lho kok?
Begini Bapak, usulan Bapak itu adalah usulan yang sungguhlah brilian. Bapak seperti mengakomodasi keinginan terdalam kami, kami yang teriak menolak usulan Bapak sejatinya mendukung penuh, tapi karena kami takut dianggap tidak setia, lalu lantas di-unfriend dari socmed sehingga kami pun ikut-ikutan menolak.
Apalagi rekan-rekan Mukidi dari tokoh pendidikan hingga artis dan sosialita heits papan atas semua kompak menolak usul Bapak. Yah mau gimana lagi.... Jadilah kami ini sebagai followers sejati, mau gak mau ya ngikut soal menolak tadi tho Pak, tanda tangan petisi, padahal....
Padahal kami setuju. Nih, pertama ya Pak, bayangkan apabila anak kami nanti sekolah seharian penuh, istri kami yang di rumah bisa menikmati me time-nya setiap hari, setiap hari coba Pak. Me time itu Pak, menurut penelitian kekinian ditengarai bisa mereduksi tingkat stres hingga 100%. Nah....
Setelah pagi hari melakukan kegiatan rutin, para wanita bisa menyibukkan diri dengan membaca parenting, punya waktu memasak untuk suami tercinta berbekal tasty-nya fesbuk, meni-pedi, lulur coklat, yoga dan lain-lain, dan tentunya acara bobok siang yang tidak akan lagi terganggu oleh celotehan anak.Â
Hasilnya? Pikiran bisa fresh dan kami, para suami, bisa terbebas dari polarisasi stres akut para istri yang dipaparkan secara vulgar ketika kami pulang kantor. Nah, kami yakin Anda juga bagian dari kami wahai Pak Menteri sehingga tentulah usul itu sudah dipikirkan secara masak.
Yang kedua Pak Menteri, memangnya kami ini peduli dengan anak Pak? Ya bisa dibilang setengah peduli, setengah enggak. Nah, Anda jangan kaget dulu, setengahnya kami ini memang enggak peduli kok. Kami lebih suka anak kami bermain gadget seharian penuh ketimbang lari-lari atau main petak umpet dengan kami, orang tuanya.
Ndak usah ditanya kenapa, yang pasti kami capek pak, kami lelah, dari Senin sampai Jumat, malah keseringan hari Sabtu pun kami ada di kantor, ya untuk cari duit, cari yang katanya sesuap nasi, padahal kami begitu mati-matian agar HRV baru bisa nongkrong di garasi ketimbang mikir sisa akhir bulan.