[caption caption="Courtesy: www.dephub.go.id"][/caption]Setelah memposting tulisan di kompasiana berkategori Jakarta, penulis kembali membuka kembali situs berita Indonesia di Internet dan sekonyong-konyong, dengan pandangan terheran-heran dan dengan degup jantung yang seakan berlomba, penulis membaca tulisan dahsyat: Dirjen Perhubungan Darat Mengundurkan Diri.
Wow, kok lebay? Maaf bukannya sok lebay, tapi berita ini memang 'lebay'. Lebay dikarenakan kok ada pejabat di Indonesia yang mau mengundurkan diri, ini dahsyat. Apalagi di berita tersebut jelas ditulis Pak Dirjen mengundurkan karena gagal mengurusi macet. Luar biasa.
Dari kata-kata mundur saja, ini sudah terlihat mempesona, tak peduli dia seorang dirjen ataukah seorang petugas palang pintu kereta api. Mundur adalah kalimat sakti, sakral sehingga seseorang harus di paksa, di caci maki atau bahkan menggelar demonstrasi massive hingga terjadi chaos untuk sekedar lengser.
Ditambah lagi alasan mundur pak Dirjen karena gagal melaksanakan tugas a.k.a Jalanan Macet. Jelas disini pak Dirjen memposisikan diri sebagai orang yang PALING bertanggung jawab terhadap gagalnya tugas melancarkan lalu lintas Jakarta hingga pelosok daerah.
Root Cause Analysis untuk mengurai Penyakit
Macet? kami yang sedang leha-leha sambil ngopi itu jadi bertanya-tanya. Macet itu bukan masalah, macet itu penyakit. Coba kita bedah penyakit ini dengan Root Cause Analysis. Root atau akar masalah terbagi menjadi tiga; Pertama, penyakit dari masyarakatnya sendiri yang hobi latah. Untuk mencerna, silahkan baca artikel penulis sebelumnya tentang Fenomena "Long Weekend" . Kedua, penyakit abadi jalur pantura, baik tol maupun jalan biasa. Ketiga, penyakit Kepolisian yang setia dengan jargon 'jagoan muncul belakangan'.
Jadi, agak membingungkan alasan mundurnya pak Dirjen. Tapi, mari kita lanjut kepada detail masalah dan penanggung jawab. Dari pengamatan, penyebab terbagi menjadi tiga, yaitu;
Pertama, dari sisi perbaikan jalan biasa dan juga pembangunan tol. Disini, yang disoroti adalah progressnya, dan progress adalah tanggung jawab penuh DPU sebagai pelaksana proyek. Namun alasan DPU bisa diterima logika, jalur tersebut sedianya diperuntukkan sebagai target lebaran 2016, bukan untuk long weekend ini.
Sudah bukan rahasia lagi proyek-proyek ini dijadikan lumbung proyek pemerintah, entah daerah entah pusat. Tapi yang namanya proyek pun ada tujuannya, ada jangka waktunya. Dan sekali lagi, jangka waktunya bukan untuk menyambut long weekend, tapi untuk hal yang lebih massive: Lebaran.
Kedua, antrian parah yang terdeteksi selain dari buntut perbaikan jalan adalah pada pintu tol, siapa yang bertanggung jawab soal tol? tentunya penyelenggara per-tol-an Indonesia, Jasa Marga.
Ketiga, dari sisi pengaturan jalan raya, ini adalah wilayah Korlantas dibawah naungan Kepolisian, termasuk juga melarang Truk melintas di Tol Dalam Kota. Dan penulis cukup yakin pasti sudah ada koordinasi dari Direktorat Perhubungan dengan Korlantas karena kemacetan sudah terdeteksi sejak malam Kamis.
Ini berdasarkan pengalaman penulis, ketika mudik dan menghadapi macet panjang, penulis segera menghubungi nomor kepolisian daerah setempat yang dengan mudah diakses di google. Bayangkan jika sekian ratus orang yang terjebak macet, masa iya tidak ada satupun yang menelpon ke kepolisian daerah.