Saya terhenyak membaca berita kemarin, seorang petenis berbakat, cantik dan terkenal, tiba-tiba pensiun dari arena tenis, ya Maria Sharapova (32) memutuskan gantung raket. Tak butuh waktu lama, saya langsung menelponnya dan akhirnya kami sepakat untuk langsung bertemu sore itu juga.Â
Hujan gerimis ketika saya menemui Maria. Ditemui di sebuah kafe kecil di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, Maria tampil anggun dengan jaket biru berlogo Nike kualitas premium, wajah cantiknya masih tetap seperti dulu.
Senyum cantiknya tidak memudar dan tangannya sungguh kuat mencengkram ketika kami bersalaman, khas petenis gaek. Wajar saja, Maria sudah 28 tahun menggeluti olahraga tenis ini. Prestasinya pun tak bisa dianggap remeh, salah satunya adalah menjuarai Wimbledon 2004 ketika umurnya baru 17 tahun.
Wajahnya berubah sedikit sendu ketika saya mulai bertanya soal alasannya gantung raket. "Mbak kan masih muda, umur baru 32 tahun, apa gak sayang?"
"Ya kalau sayang ya sayang mas, tapi mau bagaimana lagi.." Wajahnya menunduk, di ujung matanya sedikit tersirat gumpalan air yang siap terjatuh. Saya buru-buru mengeluarkan tisu.
"Memang bagaimana tho mbak ceritanya?"
Maria mulai bercerita, tutur katanya lembut seperti raut wajahnya. Dia bercerita bahwa hal ihwal yang membuat dirinya mantap pensiun berawal ketika suaminya mengajak dia dan anaknya pindah ke Indonesia.
"Suamiku itu kolot, dia ngajak pindah Indonesia karena menurut dia Indonesia itu gemah ripah loh jinawi, Indonesia negeri yang kaya, makmur dan sejahtera, suamiku itu cita-citanya jadi petani" Ujarnya.
Tapi alih-alih jadi petani, sang suami malah tertipu agen tenaga kerja yang berjanji membantunya untuk bekerja di ladang milik konglomerat. Maria dan keluarga justru "terdampar" di kota Jakarta yang keras. Mereka pun memulai hidup mereka dengan mencari kontrakan.
Dari hasil tenis, Maria akhirnya bisa membeli rumah, mobil dan kursus bahasa Indonesia, hidup mereka berangsur-angsur sejahtera sampai bencana itu tiba.
"Habis mas, habis..habis semua.." Kata Maria mulai terisak, air matanya pun tak terbendung. Saya pun dengan sigap mengelap pipinya yang basah.