Penjelasan dari pertanyaan itu adalah Pasal 75 UU No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan yang berlaku sebagai lex specialis, bunyinya:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Sepertinya jelas yah bunda dan adek-adek sekalian soal pasal ini. Pasal ini justru melindungi wanita dari praktek aborsi ilegal dan juga aborsi paksa, yang mana menyumbang 30% dari jumlah kematian ibu.Â
Kenapa justru ditentang? Bukankah aborsi juga dilarang oleh agama?
Keenam, Perkosaan Dalam Perkawinan, bunyinya:
(1) Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Ini perluasan dari pasal sebelumnya, yaitu pasal 285 KUHP, dimana di pasal sebelumnya tertulis "di luar pernikahan", sedang di pasal yang revisi tidak, artinya di dalam pernikahan pun jika aduannya adalah kekerasan seksual maka berujung pidana.
Lho kok gitu? Sekarang saya tanya balik, bunda-bunda mau jika diperlakukan kasar oleh suaminya? Atau jika bunda sudah gak "pingin" lagi tapi suami memaksa lantas berlaku kasar, apakah bunda mau meskipun status suami sendiri? Enggak kan, buktinya banyak aduan istri-istri yang di kasari suaminya, termasuk jika itu hubungan halal.