Ketiga, adalah yang terbaru, 2019. Yaitu pemilu Venezuela.
"Pemilu tidak sah!" Teriak seorang oposisi pada saat Nicholas Maduro, Capres petahana di Venezuala baru dikukuhkan sebagai pemenang pemilu.
Teriakan itu adalah korek api di atas bom waktu yang siap meledak kapanpun. Dimana bom itu diletakkan sejak lama oleh oposisi sebagai senjata akhir dalam merebut kekuasaan yang mereka tampak gagal di awal.
Yup, akhirnya pemilu Venezuela pun berlangsung rusuh, bahkan Amerika Serikat ikut-ikutan membekukan aset Venezuela di luar negeri. Lebih parah lagi, sang Capres Oposisi Juan Guaido mengukuhkan diri sebagai Presiden sementara Venezuela yang justru didukung oleh Eropa.
Mengapa demikian? Entah, tapi yang pasti di tengah hiruk pikuk kerusuhan di Venezuela, Maduro justru didukung oleh China, Rusia dan Kuba. Nah, anda bisa menebak sendiri kenapa Amerika cawe-cawe.
Dan, ya, bom itu adalah bangunan kecurigaan terhadap panitia Pemilihan Umum yang dibangun sejak lama, sejak masa kampanye. Pemicunya ialah hasil elektabilitas yang rendah dari pasangan Capres/Cawapres dari oposisi.
Persis yang terjadi di Honduras, Kenya maupun Venezuela bisa terjadi di Indonesia. Ditambah lagi, ada kepentingan Amerika dan Eropa yang "digerogoti" di Indonesia, dari mulai pengambilalihan blok Rokan, ambil alih Freeport dan Hulu Mahakam.
Mudah saja sebetulnya kita melihat pola. Pertama adalah tercecernya E-KTP lalu hoaks 7 kontainer dan terakhir adalah kasus penggerebekan tercoblosnya surat suara di Malaysia dengan pencoblos dan penggerebeg diduga sama orangnya (terlalu mirip untuk dibilang kembar siam sekalipun), meskipun untuk yang di Malaysia saya masih menunggu hasilnya.
Tapi anyway, ini adalah bagian dari bangunan-bangunan delegitimasi yang tampak dirancang terencana, tujuannya mungkin untuk mendeskriditkan KPU dan Pemerintah sebagai penyelenggara Pemilu yang sah.
Dan harus saya akui, bangunan "delegitimasi" itu telah terbangun. Mertua saya yang memihak oposisi berkali-kali bicara lantang bahwa Pemilu pasti curang, kalau Jokowi sampai menang pasti curang. Saya hanya dapat berucap:
"Maaf, bagaimana curang lha wong semua survey hasilnya Jokowi unggul" Ucap saya dengan penuh takzim.