Psikologi rakyat dimainkan di ranah ketakutan. Entah sampai kapan.
"Saya sama sekali tidak pro PKI, ayah saya pentolan Masyumi, dan saya sekarang adalah orang bebas, saya pelukis di Jogja, murid pelukis Saptoto. Jadi jangan anda curiga bahwa saya simpatisan PKI..hehe, tidak sembarang saya cerita ke orang"
Lalu, coba kita lihat Stalin, sebelum berkuasa Stalin menebar ketakutan bahwa Leon Trotsky adalah orang yang lembek, tidak akan mampu meneruskan kepemimpinan Lenin. Sosialisme ala Lenin akan pecah di tangan Trotsky.
Lebih jauh lagi, Trotsky yang logis, akan berkompromi dengan Barat dengan Kapitalisme-nya. Hanya Stalin yang mampu meneruskan cita-cita Lenin. Stalin pun otomatis menggantikan Lenin setelah "mengibuli" Trotsky tentang waktu pemakaman Lenin.
Trotsky pun kemudian terbunuh oleh Ramon Mercader, agen suruhan Stalin. Pun masa-masa setelah Stalin berkuasa, politik ketakutan selalu disebar di seantero negeri.
Hingga Ukraina sebagai sumber ladang Uni Soviet rakyatnya dibiarkan kelaparan. Hanya karena Stalin ketakutan akan mandirinya para petani di Ukraina hingga menolak memberikan alat ladangnya ke Pemerintah, sesuai aturan Komunis ala Stalin.
Lalu Mussolini, bagaimana dia menebar ketakutan akan liga petani dan ancaman ras selain ras Eropa, sehingga dia didukung penuh oleh kaum pemilik tanah. Dan hasilnya, Mussolini menjadi fasis dengan kekuasaan absolut.
Kemudian Hitler, lihat bagaimana Hitler menyebarkan ketakutan akan ancaman Yahudi sekaligus menebar anekdot kejayaan bangsa Aria. Hitler, Mussolini dan Stalin adalah tipe yang sama. Tergila-gila pada kekuasaan, paranoia, mudah merendahkan orang/ras lain.
Sistem ketakutan bagi mereka adalah sistem propaganda. Untuk melenggangkan kekuasaan mereka.
Saya mengutip Mein Kampf, buku karangan Hitler. Pada Bab "Propaganda Perang" Dia bertanya: Apakah propaganda itu sebuah cara atau tujuan? Hitler menyambung: propaganda adalah cara dan oleh karena itu harus dinilai berdasarkan tujuannya. Sebagai akibatnya, ia harus mengambil bentuk yang dikalkulasikan agar bisa mendukung tujuan yang akan dicapai.
Jadi jelas, propaganda selalu punya tujuan. Dengan propaganda, rakyat "dipaksa" untuk tidak punya pilihan. Jika tidak memilih mereka maka kekacauan akan terjadi. Begitu kira-kira.