Let's see below:
Apa itu utang usaha dan utang bruto subkontraktor? Kedua komponen itu lekat dengan yang namanya perusahaan konstruksi.
Utang usaha adalah utang pembelian barang/material yang belum di bayarkan. Jamak di dunia konstruksi, bahwa material yang dibeli menggunakan sistem NCL (Non Cash Loan), dan bukan cash (T/T - telegraphic transfer). Sehingga yang belum di bayarkan masuk ke utang usaha.
Utang bruto subkontraktor. Sistem pembayaran subkontraktor dari BUMN karya ada dua, yaitu NCL dan T/T. Sedari dulu, subkontraktor BUMN Konstruksi, terutama subkontraktor lokal, jarang yang mau dibayar dengan NCL dan lebih suka cash, ada progress ya dibayar.
Sedangkan pembayaran invoice model cash atau T/T ke subkontraktor seperti ini, biasanya BUMN Konstruksi sebagai Kontraktor menunggu pembayaran invoice dari klien, tidak bisa langsung bayar cash, sehingga munculah Utang bruto Subkontraktor.
Oya, siapa klien? Untuk proyek infrastruktur model jalan tol, bandara dsb, klien atau pemilik proyek adalah Pemerintah.
Nah, bagaimana kondisi dari pemilik proyek terhadap kondisi keuangan BUMN Konstruksi? Kita lihat aset lancar.
Di dalam aset lancar diatas, ada angka besar sebesar 31 trilyun yang berupa tagihan bruto dan ada 10 trilyun yang berupa piutang usaha, total sebesar 41 trilyun yang merupakan 69% dari total aset lancar (mayoritas).
Apa itu?