[caption caption="Courtesy: metro.tempo.co"][/caption]Soal Sumber Waras ternyata begitu nikmatnya untuk digali, seminggu setelah tulisan Mari Berpikir Waras Soal Sumber Waras (Part I) muncul, ternyata update beritanya masih bergoyang, masih menjadi pertanyaan dan tentunya diskusi yang hangat. Selama diskusi itu sehat dan waras, kenapa tidak?
Setelah 6 point utama dalam Berpikir Waras Soal Sumber Waras, ada beberapa point pengembangan yang menjadi ganjalan baik penulis maupun pembaca (netizen).
1. NJOP
Seharusnya ini sudah tidak perlu diperdebatkan, karena jelas NJOP Sumber Waras yang dibeli Pemda mengacu kepada Jl Kiyai Tapa bukti sertifikat tertandatangan BPN. Bagaimana secara fisik? Sudah dikatakan, Ya, secara fisik tanah yang dibeli oleh Pemda berada di Jl Tomang Raya. Penulis memastikan ini karena pernah 5 tahun berada di lingkungan Grogol. Tapi lagi-lagi, dokumen BPN mengatakan jelas, tanah berada di Jln Kiyai Tapa.
Ini seperti tidak fair, seperti membeli bajaj seharga mercy. Secara waras penulis harus berkata, ya, ini tidak fair.
Mengapa demikian?
Karena sertifikat Sumber Waras yang saat ini merupakan pemisahan dari sertifikat sebelumnya, alias ada dua sertifikat. Untuk kenapa bisa ada dua, silahkan klik tautan berikut. Untuk ini penulis punya cerita, kebetulan beberapa tahun lalu pernah mengurus penjualan tanah keluarga yang dipecah menjadi 3 sertifikat, tolong diingat bahwa sertifikat dan Akte Jual Beli adalah bukti kepemilikan yang sah. Yang penulis urus adalah tanah yang bersebelahan langsung dengan akses Pamulang, tetapi di dalam sertifikat ternyata tertulis beralamat di Ciputat. Harganya tentu berbeda.
Tak perlu waktu lama penulis mendapat jawaban dari Dinas Pertanahan bahwa alamat mengacu kepada sertifikat induk karena berdasarkan Pernyataan Pemecahan Atas Nama Diri Sendiri. Diri sendiri dalam hal ini pemilik awal yang memecah sertifikat. Dan dalam hal ini pun PBB masih belum dipisah, alias masih satu atas nama.
Jadi jika lokasi Sumber Waras yang secara fisik berada di Jln Tomang lalu beralamat di Jln Kiyai Tapa, masuk akal karena awalnya memang tergabung dalam satu zona, satu sertifikat, tidak terpisah. Jika terdapat pemisahan atas nama diri sendiri, maka kembali kepada orang / pihak yang memiliki tanah tersebut, ingin mengikuti alamat sertifikat induk atau perbarui alamat. Mayoritas pemilik tanah akan mengacu kepada sisi yang lebih menguntungkan. Dan itu sangatlah wajar.
Jika BPK mempertanyakan ini, kami prihatin.
2. Pembayaran pada malam 31 Desember 2014
Jangan lagi membahas tunai, cash atau kredit. Apalagi sudah dianalogikan tidak mungkin membawa uang cash satu kontainer pada malam hari, kecuali anda bandar narkoba. Jadi lupakan istilah itu. Pembayaran merupakan transaksi internal antar nasabah bank. Bank-nya sama: Bank DKI, entah pakai uang lembaran 10 ribu, atau pakai cek lalu dicairkan ya sama saja. Sudah dijelaskan disini bahwa di akhir tahun Bank DKI lembur hingga 23:59 untuk melayani SKPD.
Logika kedua, terjadinya transaksi di malam itu adalah harga. Harga NJOP tahun 2014 tentu akan berbeda jika masuk tahun 2015.