Evaluasi kemendagri lewat Kepmendagri No. 903-3717/2014 tertanggal 22 September 2014 justru meminta (bukan menolak) agar dianggarkan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berwenang sesuai tugas dan fungsinya.
Catatan tersebut tertulis dalam halaman 21 lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 903-3717 Tahun 2014 tertanggal 22 September 2014, sebagaimana yang diperoleh Aktual.com
Jika melihat persetujuan DPRD, maka pernyataan tersebut masuk logika.
5. Kecurigaan pembayaran hampir lunas dalam waktu singkat.
Ini point yang harus dijawab oleh Ahok selaku Gubernur, karena pada point inilah penulis pun merasa janggal. Untuk apa langsung dibayar 800 milyar pada 30 Desember 2014 seperti yang ada pada berita selama ini? Pertama, tanggal segitu biasanya sudah tutup buku, yang kedua peruntukannya masih entah kapan.
Hal ini menjadi masuk akal apabila memang proyek tersebut sangat urgent, seperti proyek-proyek PU dalam menghadapi libur lebaran. Tapi Sumber Waras beda, ini bukan proyek super urgent yang harus segera dibayar, dilunasi dan dikerjakan. Masih ada waktu, kecuali memang ada desakan khusus.
Tapi desakan darimana? Ini yang di telisik lebih jauh oleh KPK dan Ahok belum ada pernyataan spesifik alasannya soal ini.
Tapi toh jika melihat fakta dari point 1 sampai 4, wajar jika BPK dianggap 'ngaco'. Kecuali jika kita hanya memakai kacamata kuda ala Fadli Zon, sampai kapanpun Ahok tetap salah, Logisnya? emang gue pikirin.
6. Motif audit Sumber Waras
Point terakhir inilah yang cukup penting, bahwa ada 6 surat dari Efdinal, Kepala BPK Jakarta ke Pemerintah Ibukota pada 2013 yang meminta untuk membeli tanah seluas 9,618 m2 di Pemakaman Pondok Kelapa Jakarta Timur, dan karena surat tersebut tidak digubris oleh Joko Widodo yang waktu itu masih menjabat Gubernur dan juga Ahok, Gubernur saat ini.
Dari situlah muncul Audit Sumber Waras, bahkan Tempo menuliskan bahwa melalui Kepala Inspektorat, Lasro Marbun yang meminta Pemerintah DKI Jakarta membeli saja tanah di Pondok Kelapa jika tidak ingin Audit Sumber Waras dibuka. Wow!
Kesimpulan, Ahok sebagai Gubernur DKI memang jika dilihat dari point 1 - 4 tidak terindikasi adanya penyelewengan administrasi / korupsi, karena semua terkait bukti-bukti yang jelas dan otentik. Tetapi ada yang harus dijelaskan berkaitan dengan:
- Pertemuan dengan Kartini Muljadi. Tentu adanya indikasi pengaturan harga kesepakatan, meskipun harga akhirnya tetap di bawah harga pasar.
- Pembayaran sebesar 800 Milyar pada tanggal 30 Desember 2014, meskipun tidak melanggar UU Nomor 19/2012, Perpres Nomor 71/2012 dan Peraturan Mendagri Nomor 13/2006. Namun tetap saja, itu terlalu terburu-buru dan dipaksakan. Apakah harus masuk anggaran 2014?
Penulis yakin bahwa dua point ini tentu sudah dijelaskan juga ke KPK. Indikasi korupsi? Tentu ada, bukan hanya dari Ahok tapi juga dari pihak lain. Sehingga, penulis masih tidak habis pikir jika ada politikus anti-ahok yang 'menyerang' dengan kalimat "Faktanya sudah jelas, itu korupsi", fakta yang mana? Tidak ada satupun yang berfokus pada dua hal utama yang bisa menjadi masalah buat Ahok dan pihak lain yang terkait.Â