Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Nama Baik Dipertaruhkan Hanya Seujung Jari Jempol

10 April 2016   14:17 Diperbarui: 10 April 2016   17:30 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi, kitalah yang harus berubah dan beradaptasi.

Lunturnya budaya "bapak gue"

Dan, fakta sosial lainnya adalah budaya oligarki zaman dahulu yang biasa berlindung di bawah ketiak penguasa, budaya membawa nama keturunan "bapak gue", "kakek gue" dalam pergaulan demi kepentingan pribadi, atau bahkan lebih busuk dari itu, menyelamatkan diri pribadi dari kesalahan yang jelas dilakukan. Tidak penting apakah itu bohong atau sebenarnya.

Kondisi budaya yang hampir kita semua pernah mengalaminya. Memasang beragam stiker “institusi yang berwajib” di kendaraan, pelat mobil, atau bahkan membawa tanda pengenal wartawan, sebuah profesi yang paling ditakuti di dunia melebihi perancang bom nuklir. Ya, semua kalangan, semua profesi butuh keamanan. Entah keamanan dalam arti sebenarnya atau hanya untuk gagah-gagahan dan mengelak dari kesalahan. Bahkan yang menarik menurut Lukman Sutrisno di dalam akun media sosial, Habib pun berteriak-teriak hingga serak demi eksistensi keturunan keluarga Nabi agar jamaah berduyun-duyun memenuhi tabligh akbar atau sekedar berkolaborasi dalam ranah politik praktis.   

Tapi bisa kita lihat, budaya-budaya di atas sepertinya telah mulai luntur. Sonya seperti memperlihatkan kepada kita bagaimana kecaman masyarakat terhadap budaya yang "norak" seperti itu. Dus, juga tertangkapnya Bupati Ogan Ilir yang anak dari Bupati sebelumnya dalam kasus narkoba, berturut-turut menyadarkan kita mulai lemahnya budaya itu.

Bisa kita lihat contoh lainnya adalah Ibas, putra Mantan Presiden SBY ini telah beberapa kali menjadi bahan bully-an oleh netizen, dan salah satunya ketika rumor pencalonan sebagai gubernur DKI oleh Partai Demokrat. Apakah Ibas salah? Tidak, yang salah adalah karena dia anak ketua partai dan anak mantan presiden.

Sudah tidak ada gunanya membawa nama keturunan untuk memperbaiki atau mengangkat nama sendiri. Seperti dalam "Surat Terbuka Untuk Gibran Rakabuming" bahwa saat ini adalah zaman kita berkarya, nama baik kita adalah kita sendiri yang menentukan entah siapa "Bapak Lu". 

Dan perlu kita ingat sekali lagi bahwa nama baik kita, nama baik keluarga kita, kita pertaruhkan hanya dengan seujung jari jempol. 

*Artikel dimuat juga di blog pribadi disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun