Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia 2016: Banyak Masalah, Banyak Kesempatan!

30 Desember 2015   13:24 Diperbarui: 30 Desember 2015   13:31 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis cukup terkejut membaca ulasan Dahlan Iskan yang menyatakan bahwa potensi kita 50 persen lebih besar dari Thailand, hey bos..jangan-jangan you belum bisa move on dari lagu Koes Plus ya?. Apanya yang siap, bukan masalah potensi, tapi kesiapan pada SDM, manusianya. 

Berapa persen sih orang Indonesia yang berpikir seperti teman saya diatas tadi? Tidak sampai 5 persen mungkin, atau malah lebih sedikit.

"Kekinian", apakah produktif?

'Kekinian', penulis suka sekali menggunakan kata itu dalam beberapa tulisan. Memang unik, kekinian menonjolkan 'masa kini banget', yang tentu saja di dominasi oleh Gen Y. Citra muda dan enerjik mengalir.

Kita banyak melihat postingan makanan dan pakaian kekinian, pola kesehatan, traveling, hobi dan segala macam yang berbau kekinian. Tapi apakah itu tahan lama dan berdaya saing?

Sayang sekali belum, fenomena tersebut masih masuk dalam kategori come and go, sesuai tipe Gen Y yang masih mencoba-coba, suka eksperimen, mengadopsi gaya negara luar, foya-foya. Ini sah-sah saja dan memang membuat Indonesia jadi berwarna. Tapi, kok ya sepertinya masih sekedar ikut-ikutan dan remeh-temeh. 

Menurut penulis, ada dua 'kekinian' saat ini yang produktif. Pertama; Ojek Online, kedua; Online Shop.

Mengapa demikian? Tentu saja karena sistem ekonomi kita belum mendayagunakan Gen Y. Industri kreatif kita masih terpatron pada pola-pola lama, buktinya Ojek Online sempat di tentang meskipun akhirnya lolos. Artinya kita belum siap melihat perubahan.

Kita masih mengandalkan barang-barang murni tradisional kita untuk dijual keluar, dan lucunya masih mengandalkan gedung SMESCO untuk memajang barang industri kreatif dan UKM.

Hmm, boleh sih, tapi ayolah, perlu imajinatif lebih untuk sekedar pemasaran biasa.

Coba kita tengok, sudah akhir 2015 tapi hampir tidak ada etalase mentereng di mall-mall yang menjual produk anak negeri, padahal mbak Dian Pelangi sudah terbang keliling dunia memasarkan hijab Indonesia, yang lain? pasti banyak. Jangan-jangan kita minder? Bisa jadi.

2016 adalah tahun kesempatan anak negeri untuk menjual produknya di dalam dan diluar negeri. Lalu, dimana Menteri Ekonomi Kreatif? Enggak tahu, coba aja diketok pintunya, siapa tahu kebablasan tidurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun