Dari ketiga detail masalah tersebut, tugas Dinas Perhubungan adalah koordinasi, alih-alih eksekusi. Tolong dibedakan ketika terjadi pencarian solusi kemacetan ibukota, disitu Dinas Perhubungan mempunyai peran eksekusi untuk pengadaan bus, pembuatan proyek jalan atau perbaikan jadwal dan sistem Kereta Api.
Sedangkan action yang dihadapi untuk kemacetan long weekend kemarin adalah koordinasi, tidak ada yang bisa dilakukan seorang Djoko Sasono ketika terjadi kemacetan di titik perbaikan jalan.
Apa iya langsung menggunakan ajian Bandung Bondowoso lalu perbaikan jalan jadi dalam satu hari? Atau memaksa bapak-bapak Polisi yang katanya (Katanya lho!) tidak kelihatan ujung topinya di sepanjang jalur pantura untuk segera datang? Atau memaksa membuka semua gerbang tol, memberlakukan contra flow untuk menggantikan peran bapak Polisi tadi?.
Tidak ada satupun di media massa dan sosial media yang menuntut seorang Djoko Sasono mundur, bahkan komentar para alay di situs berita pun tidak ada yang menyinggung seorang Dirjen harus mundur. Lalu kenapa?
Politik?
Dalam sebuah proyek, jika proyek tersebut gagal, orang yang pertama di ganti adalah Project Manager, karena dia sebagai kepala tertinggi di sebuah proyek. Nah, apabila dianalogikan lalu lintas Jakarta adalah sebuah proyek dari Departemen Perhubungan dan ternyata proyek tersebut...[ah enggak enak nyebutnya].
Hmm, apalagi disini bukan hanya soal darat, tapi juga soal udara dimana maskapai berlogo singa mendapat predikat 10 besar maskapai terburuk di dunia, komplainnya? ampun-ampunan. Belum lagi soal ojek online. Siapa yang seharusnya mundur? Silahkan dijawab.
Penulis, sebagaimana para rakyat yang lain yang hobinya bergunjing, berfantasi dan berasumsi di warung kopi. Mulai memiliki ide ngawur bahwa ini mengandung politis, apa alasannya; satu saja. Menyelamatkan muka  Departemen Perhubungan, dalam hal ini Pak Menterinya sendiri.
Bukan penulis sinis, ngapain? kenal aja enggak. Cuma, kalau ditelisik kebelakang Pak Menteri ini kan sosok yang memiliki track record brilian, apik dan trengginas. Kita pasti tak akan lupa foto Pak Menteri pada masa jayanya sebagai Dirut PT KAI yang sedang tidur di kereta dan tidak bangun meskipun saat itu difoto menggunakan blits.
Dan harus diakui memang Pak Menteri adalah salah satu pilar kekuatan Presiden ketika kampanye dan selalu diunggulkan sebagai Menteri dari jalur professional yang memang bagus. Memang bagus, dan memang terlihat bahwa Menteri ini mau bekerja, tapi sang nasib bercerita lain saat ini.Â
Kalau rajin membaca kompasiana, dimana Pak Menteri, Pak Presiden dan Bu Menteri selalu jadi trending topik bahasan yang mencapai nilai tertinggi, penulis berpendapat pasti Pak Presiden suka baca kompasiana juga sampai ada undangan kompasianers makan di Istana. Plus, melihat kharisma dan sepak terjangnya, akan teramat sayang untuk seorang Presiden menggeser posisinya.
Pak Menteri terlalu emas, apalagi ketika kasus larangan ojek online dimana Pak Menteri cukup cantik menjadi playmaker, memberi umpan ke Presiden, Presiden mendengar riuh rakyat dan sekali tendang..Gol! ke gawang para perusahaan raksasa transportasi yang omzetnya menurun. Presiden pun di elukan meskipun Pak Menteri dapatnya agak pahit juga.