Mohon tunggu...
Ryni Svinndal
Ryni Svinndal Mohon Tunggu... -

ibu rumah tangga, dokter hewan, blogger pemula dan akhir akhir ini senang menulis puisi dan cerita fiksi.\r\nvisit my blog : www.saatmenjadipuitis.blogspot.com\r\nwww.saatmenjadipuitis.tumblr.com \r\nwww.rynisvinndal.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

WNI, WNA, dan Indonesia

27 Desember 2013   22:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:25 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyaknya perempuan Indonesia yang merasa bangga jika memiliki pacar, calon suami, suami atau teman hidup menjadikan fenomena ini menjadi salah satu berita yang tidak ada habisnya. Tidak mudah menikah dengan WNA dan memilih tinggal di indonesia..., alih alih anda akan di anggap perempuan biAsa yang ketiban durian runtuh (babak belur ga ya ?) dan menjelma menjadi perempuan kaya raya karena lekong anda bule yang bekerja dengan gaji besar di Indonesia / negara lain atau malah anda di anggap perempuan kelas bawah karena menikah dengan bule miskin/kere yang terpaksa hidup di Indonesia karena tidak memiliki cukup uang untuk hidup di Negara mahal.Belum lagi banyak yang setelah menikah uangnya terjatah karena bulenya menerapkan pemisahan duit masing masing..(duit gue duit gue, duit elu duit elu..., lebih parah lagi :D). Isu kawin kontrak.., dan Satu lagi, pertanyaan yang kerap datang oh ibu istrinya ? jika sang istri yg WNI hanya berparas rata rata sedang suaminya yang berwajah bule dan anaknya mix ( syukurnya kalau yang satu ini belum pernah terlontar kalau lagi jalan dengan suami..). Menikah dengan WNA tidak semanis yang terlihat saudara saudara, perlu banyak sekali toleransi yang harus diciptakan karena banyaknya perbedaan di antara kami. Bukan hanya masalah budaya, akan tetapi pola pikir. Seperti halnya dengan kami, Sedari awal komitmen untuk tinggal di Indonesia sudah kami sepakati, orang tua saya sedari awal meminta kami tinggal di Indonesia, kami memulai hidup dengan membuka bisnis kecil yang notabenenya adalah saya yang bertanggung jawab atas segalanya dan membuat saya harus menjadi perempuan kuat selama suami berada di negaranya untuk bekerja kira kira 3-4 bulan dan selebihnya di indonesia ( yang seperti ini masih kami perlukan untuk membalance-kan rupiah jika harus mengikuti selera suami berjalan2 ala BULE-nya atau alasan MUDIK ..., hahahaah). Bisnis kecil kami kini memasuki usia 8 tahun bukan tidak pernah mengalami pasang surut, dan juga bukan tidak banyak kompetitor yang bermunculan, akan tetapi keinginan kuat untuk bertahan yang membuat kami bisa survive sampai sekarang. Tugas berat saya lebih ringan saat suami tercinta sudah pulang, hanya saja jeleknya dia kurang betah hidup berlama lama di makassar, maunya travelling terusss...:D hihihi. Untungnya pekerjaan kami sering membuat kami harus banyak jalan jalan, sehingga biaya jalan jalan tertutupilah dengan barang barang yang di butuhkan customer kami...:). Beda dengan teman teman yang bekerja kantoran, mereka pasti jalan jalan dengan biaya kantor plus uang saku. Cibiran terkadang datang bergantian, mulai dari cibiran saya tidak memilih tinggal di luar negri (lalu di anggap kere dan yang mencibir mulai menceritakan nyamannya hidup di LUar negri tentu saja si pencibir tidak mengungkapkan apa saja jeleknya selama dia tinggal di sana), lalu orang orang yang membandingkan kehidupan si A dengan kehidupan saya. Si A yang hidupnya nyaris sempurna dengan hanya berjalan dari mall ke mall serta menjadi ratu sosialita serta menenteng branded bag yang jika di hitung harganya melebihi gaji banyak pegawai di negeri ini. Wah kalau di hitung hitung Kehidupan kami sungguh berbeda dengan si A, kehidupan saya adalah ikut berjuang mencari nafkah, menghidupi keluarga kami..., dan juga beberapa pegawai kami,  keinginan untuk selalu travelling  yang dimiliki oleh suami saya entah hanya untuk dalam negeri atau luar negeri yang jika terealisasi merupakan kemampuan saya untuk mengatur berbagai pengeluaran kami yang jika terhitung hitung sepertinya jadi tidak berbeda jauh dengan jika tinggal di LN. Tinggal di Indonesia tidak lantas membuat saya menjadi etalase berlian, atau barang barang bermerek,  bahkan saya tidak menjadi latah untuk ikut belanja pakaian, tas, sepatu dengan harga yang jumlah nol yang banyak. saya lebih pintar menolak tawaran seperti itu meski terkadang godaan belanja juga sulit di hindari meski dalam kelas belum merobek kantong (alesan..., hihihi), saya lebih memilih tas yang berharga lebih murah..., bukan karena tidak suka , mngkin memang bukan selera atau pikiran saya lebih memikirkan apa yang akan saya makan besok dan bulan depan, kalau saya tidak bisa menabung ? saya bukan pegawai negri dan bukan anak pejabat yang terlahir dengan asset yang sudah melimpah ruah :). Tapi itu bukan hal yang membuat saya menyesali pilihan hidup saya, bukankah memang hidup selalu penuh pilihan dan perjuangan ?. segala sesuatu yang bisa di peroleh dengan mudah biasanya rasa bangganya tidak sama dengan jika kita mendapatkannya dengan bekerja keras. Meski kadang saya kurang sependapat dengan suami masalah penggunaan uang, tapi disitulah letaknya keluarga saling melengkapi bukan? yang boros tertutupi oleh yang hemat meski terkadang hal tersebut yang menjadi sumber perdebatan, hihi. Beberapa hari yang lalu saat beli kado buat suami saya, saya tersenyum simpul..., berpikir bahwa meski hidup di indonesia tp saya bisa bekerja, berpenghasilan dan masih bisa memberikan kado untuk suami...., dengan uang dari hasil keringat sendiri meski mungkin jika di bandingkan dengan pendapatan beberapa teman saya yang bekerja di luar negeri, apa yang saya peroleh masih jauh lebih kecil, akan tetapi Sebuah kebanggan tersendiri buat saya tidak memberatkan atau mengambil dompet suami untuk membelinya. Beruntunglah teman teman yang bisa mendapatkan segalanya dengan mudah semoga tidak menjadikan kalian pribadi yang sombong dan merendahkan orang lain karenanya. Bagi saya, Inilah pasangan yang sudah ditakdirkan untuk saya, saya hendaknya pandai pandai mensyukurinya baik kelebihan dan kekurangannya, dan Apapun pandangan orang lain tentang gaya hidup, cara berpakaian, ataupun pola pikir adan  cara saya mendidik anak tidak penting buat saya karena masing masing orang punya caranya sendiri untuk menjalankan hidupnya dan melakukan yang terbaik untuk keluarganya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun