Jam tangan ku menunjukan pukul 07.00 pagi. Kulangkahkan kaki ku keluar dari stasiun Lempuyangan, tujuan pertama ku jelas landmark kota Yogyakarta,” Jalan Malioboro”….
Berdasarkan petunjuk dari warga sekitar stasiun, jarak dari stasiun lempuyangan ke jalan malioboro sekitar 5 kilometer,dan dapat ditempuh dengan transportasi becak dan ojek yang setia menunggu di depan stasiun. Rayuan pengendara ojek dan becak ku tepis dengan argument “lebih baik berjalan kaki mengitari kota suka-suka”…dengan berjalan kaki aku pun merasa bagai seorang backpacker yang berkeinginan mengeksplore kota jogja ini. Kultur daerah kota jogja menanjak ku temui dalam perjalanan dari lempuyangan ke malioboro, ditambah dengan susunan rapi tata kota dan keramahan penduduk jogja membuat perjalanan ini seakan seperti bermain di kota sendiri. Begitu dekat dan rileks dalam melangkah.
Dalam 30 menit aku sampai di jalan malioboro, sebenarnya banyak landmark dari kota Yogjakarta ini, ada Tugu Jogja, Keraton kesultanan Jogja, alun-alun Selatan dan Utara, tapi bagiku jalan Malioboro tetap istimewa,berada di pusat kota jogja dan memiliki “kehidupan” yang unik, disini tersedia berbagi macam oleh-oleh dan cinderamata khas Jogja, mulai dari pakaian, kerajinan tangan, sampai makanan khas Jogjakarta.
Jalan Malioboro juga merupakan akses jalan pertama yang akan kita temui jika kita turun dari Stasiun Tugu. Stasiun yang juga landmark kota Jogjakarta. Fasilitas hotel, penginapan dapat dengan mudah kita temui di jalan malioboro dan jalan Sostroamidjoyo, dari fasilitas berbintang sampai dengan kelas backpacker seperti saya. Diseputaran jalan Malioboro juga terdapat kantor pemerintahan provinsi Jogjakarta, mulai dari kantor DPRD sampai dengan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungguh sangat rapi tatanan pembangunan kota ini, kantor pemerintahan begitu dekat dengan hingar bingar kegiatan ekonomi rakyatnya..
Setelah menikmati gudeg asli jogja didekat stasiun tugu, perjalanan mengitari jalan malioboro pun siap dimulai, kali ini tawaran tukang becak yang berhasrat besar mengajakku keliling jalan malioboro dan sekitarnya kuterima, dengan biaya becak 5000 rupiah..(sangat murah)
20 menit kemudian aku kembali ke jalan malioboro tepat didepan kantor gubernur DIY, perjalanan ku lanjutkan mengunjungi benteng vredenburg yang merupakan salah satu peninggalan kolonial belanda dijaman penjajahan, benteng ini keliahatan asri dari luar, menyimpan magnet besar bagi pengunjung untuk memasukinya, akupun baru bisa memasuki bagian dalam benteng vredenburg pada saat diadakannya pameran foto tentang gunung merapi tepat satu hari sebelum kepulanganku ke Bandung. Sungguh besar benteng ini, kesan arsitektur eropa sangan kental disini, dengan jendela dan pintu-pintu besarnya..
Tepat disamping benteng vredenburg, terdapat sebuah monument yang dibangun untuk memperingati Serangan Oemom Satoe Maret di Jogjakarta. Simbol perjuangan dan kepahlawanan tergambar disini, terdapat patung beberapa pejuang di lokasi monument ini, begitu keras dan besar perjuangan mereka yang tergambar dari siluet wajah patung tesebut.
Begitu banyak bangunan bersejarah dan monument peringatan peristiwa di kawasan ini, dari benteng vredenburg, monument serangan umum 1 maret, dan yang paling mengesankan ada monument batik Indonesia, yang didirikan untuk merayakan disahkannya Batik Indonesia sebagai warisan dunia oleh badan PBB-UNESCO, Semua nya berada dalam kawasan yang dinamakan “Kawasan Titik Nol” Jogjakarta.
Kawasan Titik Nol Jogja ini sungguh sangat komplit penghuninya, pada sore hari hampir semua kegiatan kreativitas pemuda dibangun disini, mulai dari kegiatan pembelajaran seni fotografer dan melukis oleh mahasiswa ISI Jogjakarta, kumpulan freestyler basket dan bola bak panggung terbuka bagi mereka dalam menampilkan kebolehannya memainkan bola, aksi lompat dan berjalan diatas papan skateboard oleh para skater berpadu dengan kegigihan para penjual minuman panas dan dingin yang berusaha memanfaatkan kesempatan dengan menjajakan dagangan mereka. Ini merupakan ruang public yang sangat padu…
Kawasan Titik Nol juga semakin berkesan bagi ku dengan adanya monument “Kaki Raksasa” tepat di persimpangan jalan malioboro ini. Dengan warna orange yang mencolok dan bentuk kaki yang berakar dan begitu besar membuat para pengendara yang berhenti oleh peringatan lampu merah di persimpangan jalan ini berdecak kagum dan tertarik untuk memikirkan makna dari monument tersebut.
Tidak ada tulisan yang menceritakan maksud dari monument tersebut, seperti yang kita temukan di tugu atau monument lainnya, hanya “kaki raksasa” tanpa ada keterangan dari jejak tersebut. Saya pun sempat bertanya pada pedagang angkringan yang mangkal diseputar titik nol, tapi tidak ada penjelasan mengenai jejak kaki raksasa tersebut. Ini sangat menarik….
Yogyakarta adalah sebuah daerah tujuan wisata budaya terbaik di Indonesia…tak salah kiranya begitu banyak julukan untuk daerah yang dari jaman penjajahan pun sudah mendapat prediket Istimewa oleh pemerintah, jadikanlah kota Yogyakarta salah satu daerah yang harus anda kunjungi dalam waktu dekat ini….
yogyakarta, 06 desember-12 desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H