Tulisan ini disadur kembali oleh penulis dari hasil karya tulis semasa di PGAK Telyawar Saumlaki, tahun 1985
Latar Belakang dan Asal Usul Tanimbar
Berbagai macam cerita (dongeng) tentang asal-usul suatu tempat atau pembicaraan mengenai seseorang yang berperan menciptakan sesuatu dalam buku buku-buku, koran, majalah dsb. Dalam tulisannya pengarang sering memberi gelar atau nama pada tempat dan seseorang yang berperan sesuai kenyataan yang dilihat dan diamatinya.Â
Di Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, banyak pulau yang namanya disesuaikan dengan keadaan setempat atau menggunakan nama lain dengan arti yang tidak menyimpang dari arti yang sebenarnya, diantaranya nama Kepulauan Tanimbar. Â Berbagai tulisan tentang asal usul nama Tanimbar, sepeti dalam tulisan Pater Drabbe, Fried Riedel, Hendry O. Forbes, Pater H.Geurttjens, dan lainya, terdapat kemiripan dan ada kesamaannya, atau sebaliknya.Â
Tulisan ini berdasarkan uraian materi pembelajaran Sosiologi Budaya Tanimbar oleh Bapak  Aryesam  L (alm) pengajar dan penutur asli Tanimbar, dan beberapa penutur asli Tanimbar, diantaranya Bapak Fenyapwain S (alm), Bapak Balayeri Y (alm) dikala penulis menyelesaikan pendidikan di PGAK Telyawar. Â
Nama Tanimbar menurut para penutur tersebut, dari kata "Tanempar" yang dipakai oleh seluruh kepulauan Tanimbar; disamping itu nama Tanimbar bareasal dari kata "Tnebar" yang dipakai hanya sebagian kecil kepulauan Tanimbar. Kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama yaitu Tanimbar, namun memiliki fungsi yang berbeda-beda.Â
Kata Tanempar, munut Aryesam (1984) dari kata "tempe", berarti tanah tanah yang berawa-rawa. Letak tempe di Tanimbar banyak terdapat di setkitar pantai yang dapat menghasilkan berbagai macam binantang bangsa siput seperti siput darat (mpare atau mpayar - bahasa Tanimbar).Â
Tempe banyak ditumbuhi pohon-pohon kecil dan pohon mangi-mangi. Tempe juga merupakan tempat bersarang binatang jenis kerang, seperti keraka besar (krape-bahasa Tanimbar) yang menggantungkan hidupnya hanya pada keadaan tempe tersebut. Jenis binatang (krape) ada yang hidup di laut (kepiting), di pantai (skwail-bahasa Tanimbar), dan ada juga yang hidup di tanah berawa-rawa yang penuh dengan lumpur disebut (yempar-Bahasa Tanimbar). Keadaan rawa pada umumnya, baik di Tanimbar maupun daerah lain, telah kita keahui.Â
Rawa-rawa di Tanimbar, perkembangan dan situasinya tergantung pada pasang surut dan pasang naik. Bila pasang naik (ruap-Tanimbar), maka rawa (tempe) tergenang air, sebaliknya bila pasang surut (meti-Tanimbar), maka rawa menjadi kering.Â
Situasi yang demikian menurut Aryesam L, dapat terjadi karena permukaan rawa-rawa di Tanimbar rendah, sehingga rawa-rawa di Tanimbar umumnya kering. Pengaruh situasi demikian menyebabkan munculnya berbagai macam pendapat tentang Kepulauan Tanimbar merupakan pulau yang terendam, tergenang air akibat permukaan tanahnya rendah. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Kepulauan Tanimbar itu seakan-akan hanya sayup-sayup; kelihatannya tidak ada harapan untuk muncul kembali.Â
Singkatnya dapat dikatakan bahwa, Kepulauan Tanimbar  lama-kelamaan akan hilang dari pandangan mata kita, bila dipandang jauh. Pendapat-pendapat tersebut, mungkin saja ada benarnya, jika disinkronkan dengan pemaknan kata Tanimbar dalam bahasa Fordata,  yaitu kata Ntebar dan Tnebar . Menurut Fenyapwain S (alm),  Ntebar berarti "dia yang tenggelam". Â