Jakarta, 13 September 2024 -- Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PMHI) menggelar aksi demo di depan Binus School Simprug hari ini. Aksi tersebut sebagai bentuk protes terhadap maraknya kasus bullying yang dikabarkan terjadi di lingkungan sekolah tersebut.
Dalam aksinya, para mahasiswa membawa spanduk dengan berbagai tulisan yang mengecam praktik bullying di sekolah serta menuntut pihak sekolah untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani dan mencegah kasus-kasus tersebut agar tidak berulang. Mereka juga menyerukan pentingnya perlindungan hak-hak siswa dan menciptakan lingkungan belajar yang aman bagi semua murid.
Kasus bullying yang baru-baru ini mencuat di Binus School Simprug pada 30-31 Januari 2024, yang melibatkan tindakan kekerasan fisik, verbal, dan bahkan pelecehan seksual, telah mencoreng wajah dunia pendidikan. Ironisnya, kasus ini terjadi di salah satu sekolah elite yang seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa untuk belajar dan berkembang.
Sebagai organisasi yang berkomitmen pada penegakan hukum dan keadilan, PERMAHI DPC Tangsel memandang kasus ini sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Berdasarkan Pasal 6 Permendikbud No. 46 Tahun 2023, bullying merupakan bentuk kekerasan yang dapat berupa fisik, psikis, verbal, atau dilakukan melalui media teknologi informasi. Dalam kasus Binus School Simprug, tindakan perundungan, pelecehan, dan rasisme menunjukkan kegagalan sekolah dalam melindungi siswa-siswinya.
Pihak sekolah seharusnya bertanggung jawab secara hukum sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014, Pasal 9 ayat 1a, yang menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan. Ketidakseriusan dalam penanganan kasus ini semakin terlihat dengan hukuman ringan yang diberikan kepada para pelaku serta ketidaktransparanan dalam mengungkap identitas mereka kepada orang tua korban.
Lebih parah lagi, terdapat indikasi adanya perlindungan terhadap pelaku yang memiliki latar belakang keluarga pejabat atau tokoh berpengaruh, yang membuat penegakan hukum menjadi tidak tegas. Hal ini memperkuat adagium bahwa hukum "tumpul ke atas dan tajam ke bawah".
Tuntutan PERMAHI DPC Tangsel:
1. Mendesak Polda Metro Jaya untuk mengambil alih penyelidikan kasus bullying, pengeroyokan, dan kekerasan seksual di Binus School Simprug, karena Polres Jakarta Selatan dinilai lamban dalam penegakan hukum.
2. Mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan evaluasi terhadap yayasan Binus dan memberikan sanksi atas pembiaran terhadap kasus ini.
3. Menuntut proses hukum dan penetapan status hukum bagi para pelaku, yaitu Keannu, Rayyan, Kennedy, dan Calvine.
4. Menuntut permintaan maaf secara terbuka kepada suku Minangkabau atas pernyataan rasis yang dilontarkan oleh para pelaku.