Pejabat Pemprov Banten Terkena Kasus Korupsi, Jadi Tradisi Setiap Tahun?
“Pejabat adalah Pelayan Sejati Rakyat” begitulah sebuah kutipan yang saya ambil dari seorang mantan Pemimpin Korea Utara, Kimjong II. Tetapi sepertinya kutipan tersebut masih belum pas dinyatakan untuk pejabat-pejabat di Indonesia. Mendengar kata pejabat, tak sedikit masyarakat Indonesia beranggapan bahwa pejabat sekarang ini hanya bisa memanfaatkan rakyat untuk mencari keuntungan pribadi, meskipun tidak semua pejabat seperti itu tetapi menurut saya anggapan tersebut memang ada benarnya, karena sekarang kebanyakan dari pejabat atau petinggi di Indonesia bersifat mementingkan dirinya sendiri bukan masyarakat. Prinsip Demokrasi di Indonesia yang sangat mengutamakan rakyat, yaitu berbunyi “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” sepertinya tidak berlaku, karena menurut saya kata “untuk rakyat” tidak menggambarkan keadaan yang sekarang ini.
Di Provinsi Banten sendiri, hampir setiap tahun atau mungkin setiap tahun selalu saja terjadi kasus korupsi, mulai dari korupsi di daerah kabupaten, daerah kota, sampai di daerah provinsi. Dari kabar yang saya baca di sebuah situs berita lokal Banten dikabarkan bahwa sejak tahun 2004 hingga 2012, tercatat sebanyak 1.096 pengaduan masyarakat tentang dugaan korupsi di Banten yang telah diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari jumlah aduan kasus korupsi itu, umumnya menyangkut perencanaan dan penganggaran pemerintah, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan publik. Sebagai masyarakat tentunya saya sangat prihatin dengan keadaan seperti ini, maraknya dugaan korupsi memang belum tentu semuanya benar, tetapi dugaan-dugaan tersebut pasti terjadi karena masyarakat mengalami kejanggalan di setiap suatu permasalahan yang menimpa masyarakat. Misalnya di sebuah wilayah Banten sedang ada perbaikan jalan raya, tetapi prosesnya berlangsung lama, tentunya masyarakat setempat akan berpersepsi bahwa masalah jalan raya tersebut tidak selesai-selesai karena adanya korupsi dana yang dilakukan. Persepsi masyarakat inilah yang menurut saya sering memunculkan dugaan-dugaan kasus korupsi. Timbul pertanyaan yaitu Bagaimana mengurangi persepsi-persepsi yang terjadi di masyarakat ini? Sedangkan timbulnya persepsi tersebut memang terjadi karena permasalahan korupsi di Banten yang teralu banyak, sehingga ketika ada suatu kejanggalan seperti dalam contoh tadi, masyarakat akan selalu berpikir bahwa ada orang-orang yang melakukan tindakan korupsi.
Pada tahun 2013 ini telah terjadi beberapa kasus korupsi di Banten, salah satunya adalah kasus dugaan korupsi pada bulan November lalu. Menurut informasi yang saya baca, Polda Banten telah menetapkan Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) Banten, Iing Suwargi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan prasarana pengaman pantai normalisasi muara pantai Karangantu di desa Banten, Kasemen, Kota Serang senilai RP.4,8 miliyar. Pada proyek pembangunan penahan pantai tersebut diduga ada sejumlah material yang tidak sesuai spesifikasi. Sebenarnya kasus ini dugaannya telah lama terjadi, karena pada februari 2013 lalu, puluhan massa dari pemuda dan masyarakat banten sudah mendatangi kantor DSDAP mengenai kasus ini. Ini membuktikan bahwa lamanya aparat penegak hukum di Indonesia dalam menangani kasus-kasus korupsi.
Selanjutnya pada tahun 2012, Polda Banten juga telah menetapkan tersangka terhadap mantan Sekretaris DPRD Banten, Dadi Rustandi dalam kasus pengadaan baju dinas untuk 85 anggota DPRD Banten senilai Rp590 juta, pada anggaran 2012 lalu. Dan baru pada september 2013 ini, Majelis Hakim pengadilan Tipikor memvonis Dadi Rustandi. Staf Ahli Gubernur Banten ini dijatuhkan hukuman dua tahun penjara dan dikenakan denda senilai Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan. Dalam masalah ini menurut saya, aparat penegak hukum lagi-lagi lamban dalam mengusut tuntas kasus korupsi, bayangkan saja kasus yang terjadi pada tahun 2012, baru selesai di tahun 2013 ini.
Pada November 2011, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang juga memvonis bersalah dua terdakwa mantan Kepala Biro Umum dan Perlengkapan Provinsi Banten, Agus Randil selama 4,5 tahun penjara dan Maman Suarta 5 tahun penjara. Keduanya bersalah karena melakukan korupsi pengadaan lahan untuk kawasan Sistem Pertanian Terpadu (Sitandu) pada 2009 dan 2010 senilai Rp67 miliar. Oktober 2011, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Serang juga memvonis Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Eko Endang Koswara dua tahun penjara dan denda Rp100 juta. Eko dinyatakan bersalah karena melakukan korupsi proyek pengadaan barang dan jasa peningkatan mutu MIPA SMP tahun 2008 sebesar Rp5,3 miliar.
Dari beberapa kasus tersebut, maraknya korupsi di Banten bisa dikatakan sudah menjadi tradisi setiap tahun menurut saya, dan juga kasus-kasus tersebut sangatlah bervariatif dan banyak melibatkan pejabat-pejabat di Banten. Pejabat yang seharusnya berkerja untuk mensejahterakan rakyat tetapi malah sebaliknya. Sesungguhnya sekarang keadilan di Indonesia memang sudah susah dicari karena para pemimpin hanya mementingkan dirinya sendiri. Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan negara dan apabila ini terus terjadi tentunya akan menyebabkan masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintah.
Salah satu penyebab terjadinya kasus tindakan korupsi di Indonesia menurut saya adalah Aparat penegak hukumnya. Aparat penegak hukum di Indonesia masih sangat lamban dalam menyelesaikan kasus-kasus korupsi. Seperti kasus tahun 2013 tadi yaitu tentang proyek pembangunan prasarana pengaman pantai normalisasi muara pantai Karangantu, aparat penegak hukum seharusnya bertindak cepat tanggap bila ada dugaan dari masyarakat, karena masyarakat sangatlah merasakan adanya kejanggalan dari proses masalah pembangunan tersebut, sehingga apabila cepat diusut tentunya masyarakat akan tenang dan tinggal menunggu saja hasil dari penegak hukum. Lambatnya penegak hukum menjadi salah satu masalah di Indonesia. Kalau penanganan kasus demi kasus seperti ini terus, tentunya kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum di Indonesia khususnya di Banten akan semakin pudar. Bagaimana cara mengurangi ini? Sedangkan kebanyakan penegakan hukum di indonesia sekarang ini kinerjanya memang sangat lamban, terbukti bahwa kasus-kasus korupsi di Indonesia masih banyak yang statusnya gantung atau belum dituntaskan.
Ditinjau dari permasalahan kasus-kasus korupsi oleh pejabat tersebut, kurangnya taat hukum dan kurangnya sistem pengawasanyang ada, merupakan sebab terjadinya korupsi menurut saya.
Indonesia merupakan negara hukum, dimana didalamnya terdapat hukum yang sudah diatur sedemikian rupa. Tapi nyatanya hukum di Indonesia hanya seperti hiasan yang melengkapi suatu negara bukan seperi barang yang mempunyai kegunaan. Kesadaran hukum di Indonesia memang harus benar-benar ditingkatkan.
Kurangnya sistem pengawasan yang ada juga merupakan penyebab, hal inilah yang benar-benar harus diperhatikan. Menurut saya, untuk menangani kasus tentunya harus dibuat sistem pengawasan yang efektifdan bekerja optimal. Pertanyaannya adalah bagaimana membuat sistem pengawasan yang bisa berkerja optimal? Sedangkan bukan tidak mungkin pengawas malah bekerja sama dengan pelaku pelanggaran. Jika terjadi seperti itu, tentunya peraturan sebaik apapun tidak akan pernah efektif, benar tidak?
Bicara masalah korupsi di Indonesia sepertinya tidak akan ada habisnya, korupsi di Indonesia bisa dikatakan sudah menjadi budaya yang menjamur di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Disamping itu hukum yang lemah di Indonesia juga ibarat pendukung semakin banyak kasus-kasus korupsi.
Meninjau kembali lagi pada kasus-kasus korupsi pejabat-pejabat pemprov Banten. Kasus-kasus yang mereka alami tentunya sangat memprihatinkan. Apakah ada solusi dari permasalahan ini? Dan bagaimana agar tidak terjadi budaya atau tradisi korupsi yang terus menerus di Banten? Tentunya kembali lagi kepada pejabat-pejabat itu sendiri, jikalau mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu menyengsarakan rakyat dan menyadari bahwaitu melanggar hukum dan dosanya sangat besar sekali, sepertinya mereka tidak akan melakukan korupsi. Dan jikalau mereka sadar akan perbuatan itu, tetapi tetap melakukan korupsi, berarti akhlak merekalah yang buruk menurut saya, karena hanya dengan uang saja, kesadaran mereka bisa dipengaruhi.
PenulisadalahMahasiswa Semester Satu Mata KuliahPengantarIlmuPolitik Prodi IlmuKomunikasi FISIP UNTIRTA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H