Gelap . Cahaya bulan sekali pun, ternyata tak mampu mengalahkan kegelapan hati yang sempat membuatku tak tau arah, tak tau tujuan, bahkan tak tau terima kasih pada kehidupan yang sudah menghidupiku. Jutaan kilo meter yang kutempuh, tak kujadikan pertanda, bahwa kaki ini masih mampu berpijak diatas tanah yang tak pernah mempermasalahkan jutaan jejak yang kutinggalkan. Jauh mata memandang , tak sejauh pikiranku ..bahkan terlalu jauh, hingga tak sempat berfikir jika mata ini masih bisa kugunakan dengan baik, tanpa protes sedikit pun.
Pepatah lama itu kurasa ada benarnya. "Roda selalu berputar. Ada saatnya diatas, ada saatnya dibawah" . Dan kini, gelap pun berganti terang. Napas yang berhembus, mulai membuatku sadar, itu menandakan bahwa aku adalah makhluk yang bernyawa.  Tak ubahnya sebuah game, pemain akan berusaha mati-matian mempertahankan jalannya permainan, agar tak bertemu kata game over . Sepertinya itu juga yang dilakukan Pahlawanku. Mempertahankan nyawaku, agar bisa menikmati indahnya dunia. Meski bukan dana  yang dikucurkan; layaknya para pejabat; yang justru tak tau kemana larinya , namun kucuran keringatnya serasa lebih berharga dari apa pun. Tetesan darah, tetesan airmata, sudah cukup jadi tanda, begitu gigihnya perjuangan Pahlawanku ini. Tak perlu ada "tanda tangan" kontrak , yang menyebutkan lamanya dia bertugas menjagaku. Sampai kapan pun, dia (ibu) akan selalu menjabat sebagai pahlawanku (tanpa tanda tangan) .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H