Awalnya, Sheila kurang percaya dengan perkataan Zenon kemarin. Bagaimana bisa dia dipasangkan dengan lawan main yang lebih ahli dari dirinya, tidak mungkin. Namun, ucapan Zenon terbukti pada keesokan harinya. Setelah diberi surat dispen mengikuti kegiatan eksul dan semua naggota sinema telah berkumpul termasuk Sheila sendiri, pihak SMA 3 dengan pihak BNA saling bertemu dan berbincang-bincang sejenak untuk mengakrabkan diri. Zenon juga hadir di sana walau dia lebih banyak mendengarkan dan akan berbicara saat diajak mengobrol. 'Dahlah, aku pengin pulang 'aja, batin Sheila saat itu juga.
Kemudian, kedua belah pihak melangsungkan proses shoot film pendek di Taman Baca pada siang harinya. Semuanya yang hadir menunnjukan kesiapan mereka dengan memainkan peran masing-masing. Sebelum mulai, penampilan Sheila dan Zenon dipercantik dan dirapikan berkat sedikit sentuhan tangandari tim tata rias. Pengambilan film pendek pun dimulai.
Dari awal adegan sampai menuju pertengahan, semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan dialog yang ada di dalam naskah walau ada sedikit improvisasi kata dari para pemain. Hingga Sheila dan Zenon mulai beradu akting di tengah kamera yang sedang menyoroti mereka berdua.
"Ok! Kita ambil gambar ketika Sheila dan Zenon tidak sengaja bertemu. Kalian berdua sudah siap?" titah Pak Akmal yang diangguki oleh pembina BNA. Zenon menganggukkan kepala sedangkan Sheila hanya diam termenung.
Mereka melakukan adegan berjalan dari arah yang berlawanan dan Sheila berakting tidak sengaja menubruk lengan Zenon yang sedang membawa beberapa buku. Ketika tangannya hendak memunguti buku-buku itu dan membuka mulutnya untuk berbicara dengan Zenon, tiba-tiba suaranya menghilang. Mulutnya terbuka namun tidak ada kata-kata yang keluar selain alfabet A. Di situ Sheila merasa sangat gugup dan seketika ingatan dialognya dengan lawan mainnya lenyap.
"Lho, kok malah diem 'aja? Ngomong, dong! Punya mulut 'kan?" komentar salah satu anggota BNA yang disetujui oleh salah satu temannya itu.
"Iya, nih. Jangan buang-buang waktu 'napa?" sahut yang lain.
Sedangkan Zenon mengerutkan dahi, menatap Sheila dengan bingung. Karena suasana yang canggung, alhasil shooting pun dihentikan. Selain itu, jam telah menunjukkan waktu makan siang.
Semuanya berkumpul untuk makan siang bersama, kecuali Sheila yang sedang ingin menyendiri di sudut taman sambil meringkuk memeluk lututnya. Sebelum pergi, dia sudah mendapat izin dari pak Akmal dan teman-temannya untuk berehat sejenak di sudut taman sambil mencoba menghapalkan kembali naskah dialognya. Sheila membenamkan wajah di antara kedua kaki panjangnya. Dia merasa tidak PD jika harus berakting lagi sekarang. Di sampingnya ada sebungkus nasi kotak yang belum dia anggurkan karena kehilangan nafsu makan. Dia terlalu larut dalam kesedihannya hingga tidak menyadari jika Zenon sedang berjalan menghampirinya. "Sheila," Dia berdiri tepat di sampingnya.
Subjek yang dipanggil hanya bergumam, tidak berani menatap lawan bicaranya saat ini. Dengan respon seperti itu, Zenon memutuskan untuk duduk di sebelah Sheila, berniat menemaninya dalam keheningan. "Sheila, kau ada demam panggung?" Zenon membuka percakapan dengan langsung kepada intinya.
Sheila mulai berhenti meringkuk dan meluruskan kakinya sambil menghembuskan napas gusar, dia menganggukan kepala. Zenon pun bertanya kembali, "Kenapa bisa 'gitu? Boleh dijelaskan alasannya apa?" tanyanya sambil meletakkan kertas naskah di sampingnya persis.