Usai bel sekolah berdenting, para murid yang ada di kelas mulai berhamburan keluar. Begitu juga dengan Sheila yang segera merapikan alat tulisnya dan keluar dari kelas untuk selanjutnya menuju ruang esktrakurikuler yang dia minati, yakni ekskul Sinema. Berada di antara ruang grup paskibra dan ruang guru, Sheila melepas alas sepatunya terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan tersebut. Di sambut oleh teman-teman dan guru pembimbing Sinema, Pak Akmal, yang sudah terlebih dahulu hadir. Dia pun duduk di sebelah salah satu kakak kelasnya.
Setelah melakukan pembukaan acara, pak Akmal, selaku pembina Sinema berkata, "Ya, seperti yang sudah saya bicarakan di pertemuan kemarin, SMA 3 Pancasakti besok akan melakukan kolaborasi mengenai pembuatan film pendek bersama BNA yang berjudul, 'Literasi, Membangun Negeri.' Untuk tempat shooting, kita sepakat untuk mengambil konsep di luar ruangan, yakni di sekitar Taman Baca dekat Perpustakaan Daerah dan kalaupun di dalam ruangan, sekolah kita yang akan jadi tempatnya karena lebih dekat," terangnya dengan nada yang ramah. "Untuk tim direktur, juru kamera, penulis naskah dan semacamnya sudah ada, dan yang belum itu aktornya. Dari pihak BNA sendiri sudah mengambil satu anak untuk dijadikan aktor, artinya nanti ada dua pemain utama di film pendek ini yang saling beradu akting. Kira-kira siapa yang mau menjadi pemeran utama di film ini? Ayo, angkat tangan!"
Hening. Tidak ada yang mengangkat tangan atau tidak saling tunjuk antar anggota untuk menjadi pemerannya. Melihat hal itu, Sheila mengajukan diri sebagai aktor di film pendek kali ini, walaupun ada sedikit keraguan di dalam lubuk hatinya. Hal tersebut disambut baik oleh seluruh anggota Sinema. Langsung saja pak Akmal meminta semua anggota untuk menyiapkan segala perlengkapan pembuatan film. Usai semua siap, mereka berlatih untuk persiapan shooting besok. Di sela-sela mereka latihan untuk shooting besok, Sheila penasaran dengan lawan mainnya nanti. Apakah dia orang yang jago berakting atau sama dengannya, belum pernah tampil di depan kamera untuk bersandiwara.
Hari menjelang sore. Daun-daun yang menari dengan indah saat diterpa angin, sang surya yang sebentar lagi menenggelamkan dirinya di ufuk barat sana, serta derik jangkrik yang mulai satu persatu menunjukkan pesona mereka, menandakan waktu senja segera tiba. Bukannya langsung pulang ke rumah setelah latihan, Sheila justru melangkahkan kakinya menuju Taman Baca, tempat pengambilan film nanti, seorang diri tanpa ditemani temannya, Mio. Kebetulan taman tersebut hanya ramai pengunjung di saat-saat waktu tertentu saja, sehingga bisa dibilang sepi pengunjung. Rumahnya juga dekat dari sana, dan dia sudah izin kepada orang tuanya kalau dirinya akan pulang terlambat. Di antara jajaran bangku taman serta tanaman hias yang ditata dengan rapi, Sheila berlatih bersandiwara sembari menghapalkan dialog drama dari naskah yang sudah diberikan. Peluh keringat mulai membasahi dahi padahal udaranya terasa sejuk.
Saat dia sedang melepas penat dengan meluruskan kakinya, tidak jauh darinya terlihat seorang laki-laki bule berwajah tampan sedang latihan bersandiwara dengan lembaran naskah digenggaman tangannya. Bak seorang pemain aktor profesional, dia seakan-akan sedang bermain peran dengan seseorang. Membuat Sheila berdecak kagum melihatnya  dalam diam. Laki-laki tersebut nampak berhenti bermonolog dan dia pun menoleh ke arah Sheila berada. Kontak mata pun tercipta di antara mereka dalam keheningan senja. Buset, ada cogan. Aku kira lagi nggak ada orang selain aku di sini, batinnya.
Remaja laki-laki tersebut hanya berwajah datar tanpa berbicara satu pun kepada Sheila. Berbalik badan dan hendak pergi dari tempat tersebut. Sebelum dia benar-benar pergi, Sheila berusaha mencegahnya untuk pergi namun dia justru tersandung oleh kakinya sendiri. Membuat tubuhnya terbanting ke atas tanah dengan cukup keras, bersama dengan beberapa lembar naskahnya. Hal itu berhasil menarik perhatian remaja tersebut dan menghampirinya untuk selanjutnya menolong Sheila yang kesusahan dalam berdiri serta membantu memunguti lembaran naskahnya. Saat ini, Sheila merasa sangat malu dan kalau bisa ingin segera pergi dari sini sekarang juga sebelum diejek olehnya.
"Kau anggota ekskul Theater? Soalnya aku sempat melihatmu bersandiwara tadi," tanya laki-laki tersebut membuka percakapan dengan intonasi datar.
Sheila yang dilempar pertanyaan pun menjawab, "Eh, oh, bukan. Di sekolahku namanya eksul Sinema. Baru kali ini aku ikut jadi pemeran di suatu drama," katanya dengan gagap karena masih merasa malu dengan kejadian tadi. "Terima kasih sudah menolongku tadi," tambahnya.
Laki-laki tersebut mengangguk., lalu dia menjulurkan tangan kepada Sheila. "Namaku Zenon, kalau kau?" katanya.
Sheila menerima juluran tangan Zenon sambil berkata, "Aku Sheila. Salam kenal, Zenon," katanya sambil tersenyum.
"Salam kenal, Sheila," katanya. "Kalau boleh bertanya, kau dari SMA 3 Pancasakti?" tanya Zenon lagi sambil melepaskan jabat tangannya.