Sontak bayangan masa lalu diputar kembali di dalam otak Kevin seperti kaset lama yang rusak. Dia hampir saja rubuh, jika tidak segera ditopang oleh Gilang. "Nggak papa, Kevin, nggak papa. Jangan biarkan dendam dan benci menguasai kamu sepenuhnya," Kalimat tersebut berhasil menguatkan Kevin dan dengan berhati-hati mereka menaruh buket bunga mawar putih di dekat TKP.
Dengan waspada, Gilang mendekat ke arah wanita duyung tersebut. "Halo, Mba! Masih hidupkah?" sapa Gilang kepada wanita tersebut.
Kevin tepuk jidat mendengar kespontanitas Gilang yang agak-agak itu. Tidak lama kemudian, wanita tersebut menggeliat dan mendongak ke arah Gilang. Dia sepertinya mengucapkan sesuatu, namun sayangnya mereka sama sekali tidak bisa mendengar apapun karena arus angin yang kuat. "Kalian kembali," ucap wanita tersebut melalui suara yang bergema menuju otak mereka. Dia menggunakan kekuatan telepati untuk berkomunikasi kepada mereka.
"Eh, siapa tadi yang ngomong?" tanya Kevin kepada Gilang, celingak-celinguk.
"Ini aku, dasar payah! Memangnya siapa lagi?" ledek wanita tersebut dengan tatapan remeh.
"Idih, songong amat!" sahut Gilang yang tidak terima. "Yuk, Kevin! Kita tinggalin aja dia di sini. Nggak usah dibantu, soalnya nggak minta juga 'kan?" Gilang menarik lengan Kevin agak menjauh dari wanita tersebut.
"Tu-tunggu dulu, tunggu! Kalian jangan pergi, aku butuh bantuan sekarang!" cegah wanita tersebut dengan nada memohon.
Kevin melirik tajam kepadanya. "Apa? Setelah kamu memangsa adikku dan langsung kabur tanpa memberi penjelasan waktu itu?" tanyanya dengan nada menahan amarah.
Wanita itu hendak berkata sesuatu, namun anak panah yang masih menancap di perutnya menghalanginya. Dia merintih kesakitan dengan tangan yang memegang perutnya. Tidak tega melihat wanita tersebut menderita, Kevin meminta Gilang untuk menemani dia sembari dia memanggil semuanya untuk datang ke kemari.
                                                                    ~~~~~