Tidak hanya dalam bidang pembangunan dan infrastruktur saja, Bang Ali juga secara taktis mencoba untuk meremajakan dan mengangkat kebudayaan Betawi pada kalanya dengan menginisiasi pembuatan event tahunan Pekan Raya Jakarta (PRJ), menjadikan Condet sebagai daerah Cagar Budaya Betawi pada masanya, memberi panggung berkarya selebar-lebarnya bagi seni pertunjukan Ondel-Ondel, Topeng Betawi, Gambang Kromong, dan sebagianya, serta secara kreatif (out of the bosx) memerintahkan adanga pagelaran pemilihan Abang None Jakarta sebagai duta, icon, atau wajah DKI Jakarta dengan kebudayaan Betawinya.
Sungguh kemampuan Leadership yang tidak dapat disetarakan bagi rata-rata orang normal jika kamu menelaah lebih segala kebijakan --- kebijakan berimbang yang di buatnya bagi Jakarta dari sumber lainnya.
Akan tetapi, terlepas dari semua kebijakan luar biasa yang sudah dijabarkan sebelumnya, terdapat beberapa kebijakan luar biasa bagi perekonomian Jakarta lain yang ditalunya, namun bernadakan kontroversi jika didengar dari sisi tertentunya. Yaa, Bang Ali merupakan Gubernur Jakarta pertama yang melegalkan bisnis judi (casino) di beberapa tempat tertentu, dan lokalisasi bisnis prostitusi di Kramat Tunggak, Jakarta Utara sebesar 10 ha.
Bukan dengan hasrat dan tanpa sebab serta hati miris Bang Ali membuat kebijakan tersebut, namun bagi dia ini lebih dilandaskan oleh urgensi kebutuhan DKI Jakarta akan pemasukan. DKI Jakarta sangat kritis perekonomiannya pada kala itu dan Bang Ali menaruh harapan kepada pemasukan pajak dari bisnis-bisnis tersebut untuk dimanfaatkan sepenuhnya bagi kepentingan perekonomian, infrastruktur, transportasi, pendidikan, dan lainnya.
Alhasil, berdasarkan data yang ada, pelegalan dari bisnis-bisnis kontroversi tersebut membuat Jakarta mampu meningkatkan pemasukannya hingga mencapai Rp 40 Miliar / tahun, di eranya, yang pada saat pertama kali beliau menjabat sebagai Gubernur, pemasukan DKI Jakarta hanya Rp 66 Juta/ Tahun (28 April 1966).
Sungguh kebijakan yang sangat berani tentunya dikala itu dengan segala konsekuensi hingga cacian yang menyertainya, namun tetap ditelannya sebagai bentuk pengabdian diri untuk kepentingan masyarakat DKI Jakarta. Baginya, urusan dia dan Tuhan-lah di akhirat nanti tentang segala kebijakan kontroversinya dan jika nantinya ia boleh berpendapat, maka beliau akan katakan bahwa semuanya itu di lakukan bagi sesuap pengidupan jiwa manusia yang bertempat tinggal di Jakarta.