Secara tampilan dan rasa, Tiger sudah berbeda. Ia menjelma seekor macan tua. Mengembalikan seperti sebelumnya tentu tak bisa. Pilihan jatuh pada mengubah menjadi wujud anyar. Tiger dicat ulang dengan warna berbeda.
***
Sepeda sama sekali bukan barang baru bagi saya. Saya dibesarkan oleh Bapak yang pecinta olahraga. Mulai karate, silat, lari, badminton, dan tentu saja sepeda semua pernah ditekuni beliau. Saat saya usia balita, Bapak sedang gandrung bersepeda.
Di penghujung akhir 80-an, harga minyak naik. Pemerintah merespon dengan galakkan bersepeda. Dengan bersepeda, konsumsi bahan bakar minimal dapat sedikit dihemat. Acara fun bike banyak dihelat.
Bapak menjadi satu dari sekian ribu peserta fun bike. Beliau memilih sepeda buatan merk ban tenar asal Jepang, Bridgestone. Berkelir hitam dengan variasi tulisan hijau tosca.
Tak tahu mengapa beliau memilihnya. Yang saya ingat, sahabatnya, seorang pengusaha beretnis Tionghoa, juga memiliki sepeda bermerk sama. Hanya saja berbeda seri dan warna.
Di akhir 2010, sepeda itu dijual ke saudara dengan harga yang terhitung masih tinggi. Beliau menggantinya dengan merk Merida. Sepeda asal Taiwan perpaduan hitam dan hijau stabilo. Segar sekali. Sampai sekarang masih dipertahankan.
***
Indonesia pernah berbangga melalui sepeda merk Federal. Astra yang dikenal sebagai produsen motor dan pemegang banyak merk mobil, pada 1983 tergoda memproduksi sepeda. Sempat sangat berjaya, bahkan diekspor ke beberapa negara.
Federal, pada awal masa edarnya sempat alami kesulitan pemasaran. Lalu, sampai menumpang jual pada agen motor Honda, dan dibantu trik marketing dengan adakan acara-acara bersepeda. Kontan, penjualan Federal meledak.
Bukti ketenaran dan kekuatannya, di awal 90-an orang menyebut sepeda gunung merk apapun dengan sepeda Federal. Macam orang menyebut pompa air dengan Sanyo, mengucap air mineral dengan Aqua. Bukti kemasyhuran merk yang melekat kuat di kepala.