Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah di Balik Lagu ‘Sebelum Cahaya’ Menurut Penciptanya

4 Oktober 2015   08:16 Diperbarui: 4 Oktober 2015   09:06 6791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika sudah berbicara tentang lagu, maka akan terdapat beragam tema. Mulai cinta, kemanusiaan, ketuhanan, lingkungan dan sebagainya. Sesuka-sesukanya penggubah. Akan disusun seperti apa notasinya, bagaimana liriknya, seindah apa aransemennya, terserah dia.

Namun, saat lagu sudah dilempar ke pasaran, prerogatif sudah ada pada pendengar. Mau didengar atau tidak, sekedar didengarkan atau dimaknai secara mendalam, silakan saja. Tentang pemaknaan terhadap lagu, antar pendengar satu dengan yang lain sangat bisa terjadi perbedaan. Meminjam istilah musisi: “Biarkan ruang penafsiran kita serahkan kepada pendengar.”

Salah satu lagu yang sempat dijadikan bahan diskusi penggiat sebuah forum internet adalah lagu milik Letto berjudul Sebelum Cahaya. Lagu yang liriknya ditulis sang vokalis, Sabrang Mawa Damar Panuluh (Noe), menurut saya merupakan lagu yang sulit dicari arah tema bahasannya. Disimpulkan bertema cinta antara lelaki perempuan, namun sepertinya lebih mendalam dari itu. Dikira tentang ungkapan cinta kepada Tuhan tapi belum yakin juga.

Oleh netizen, lagu Sebelum Cahaya ditafsirkan membicarakan tema yang beraneka macam. Tetapi banyak yang menyimpulkan, lagu itu sedang berbicara tentang kisah hamba yang mendekatkan diri kepada Tuhannya melalui doa di sepertiga malam terakhir atau tahajud. Mungkin penyimpulan itu berdasar dari judul lagu, karena Tahajud memiliki waktu pelaksanaan saat mayoritas umat sedang terlelap. Maka jelas waktu dimana Shubuh belum menyingsing, apalagi cahaya matahari.

***

Penafsiran saya pribadi tentang lagu Sebelum Cahaya terkait dengan ikatan biologis sang penyusun lirik lagu dengan budayawan tersohor yang sangat saya kagumi, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Ya, Noe adalah putra kandung Cak Nun. Penafsiran saya dasarkan atas kausalitas hubungan mereka sebagai ayah-putra dan perjuangan yang berpuluh tahun dilakukan Cak Nun.

Cak Nun sejak awal dekade 70-an sudah terjun langsung ke masyarakat untuk berjuang menyelesaikan berbagai permasalahan. Perjuangan diawali dari Jalan Malioboro tempat beliau menggelandang dan berkesenian. Cak Nun mulai terjun langsung ke masyarakat akar rumput di Kampung Jogoyudan, tepi Kali Code Yogyakarta.

Beliau berjuang dari panggung ke panggung sebagai sastrawan, menulis puluhan buku dan artikel di media massa. Cak Nun adalah  inisiator pementasan fenomenal di tahun 1988 berjudul “Lautan Jilbab” bersama Jamaah Sholahuddin UGM yang dihadiri ribuan massa di beberapa kota. Bahkan saat di Madiun, penonton mencapai angka 30.000 orang. Pementasan tersebut ialah tonggak “kemudahan” muslimah Indonesia untuk mengenakan jilbab, dimana sebelumnya terdapat larangan terhadap muslimah untuk berjilbab, mulai dari sekolah, kampus sampai tempat kerja. Cak Nun juga menemani para korban pelarangan berjilbab dalam melakukan advokasi di banyak tempat. Lihat bagaimana sekarang, dimana-mana terlihat wanita berjilbab. Lautan jilbab benar-benar terwujud.

Cak Nun bersama Romo Sindhu dan Toto Raharjo adalah aktivis yang mendampingi korban proyek raksasa Kedung Ombo. Pada 1998 Cak Nun bersama Cak Nurcholish Madjid dan beberapa tokoh nasional lain membujuk Pak Harto untuk turun dari kursi presiden, yang di kemudian hari perjuangan tersebut tidak diketahui banyak orang.

Cak Nun bersama Kelompok Gamelan Kiai Kanjeng terjun langsung mendamaikan konflik besar Kalimantan antara etnis Dayak dan Madura. Beliau juga berkunjung beberapa kali ke pedalaman Lampung untuk memediasi konflik petani tambak udang dengan perusahaan besar yang menaunginya. Cak Nun sering diundang ke beberapa negara untuk menjumpai komunitas warga Indonesia di sana. Baru berapa hari lalu, Cak Nun usai bertandang ke Amerika Serikat untuk memenuhi undangan perantau asal tanah air.

Cak Nun sampai sekarang juga terus memenuhi undangan dari segenap komponen bangsa mulai dari KPK sampai remaja masjid untuk memberikan input dan silaturahmi. Sampai hari ini, menurut hitungan kasar, pementasan Cak Nun dan Kiai Kanjeng di berbagai forum sudah menyentuh angka 3000-an kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun