Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tiket Ditolak di Singapore Flyer

10 Januari 2014   19:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 3005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_289435" align="aligncenter" width="600" caption="Matahari Terbit di Singapura (dok. pribadi menggunakan Sony Alpha A330)"][/caption] Singapura dikenal (atau setidaknya dicitrakan) sebagai negara yang aman.  Karena citra "aman" itulah kita menganggap bahwa penduduk negeri singa tersebut adalah orang-orang jujur yang tak mungkin melakukan tindakan yang melanggar hukum.  Anggapan tersebut membuat kita lengah dari fakta bahwa di Singapura beberapa kali terjadi tindak penipuan - khususnya terhadap wisatawan asing. Dan saya mengalaminya.

Supir Taksi(?) Yang Ramah

Berawal dari rencana saya sekeluarga untuk mencoba wahana Singapore Flyer, kami berjalan ke Mustafa Center (saya menginap di kawasan Little India).  Di sana lumayan banyak minibus yang menawarkan jasanya - mengantar wisatawan ke tempat tujuan dengan sistem carter.  Saya tidak tahu pasti apakah kegiatan mereka legal atau tidak, mungkin Kompasianer yang tinggal di Singapura bisa menjelaskannya. Singkat kata, terjadilah kesepakatan antara saya dengan salah satu driver minibus carteran tersebut, dan kami berenam pun siap berangkat.  Namun sebelum berangkat, driver tersebut bertanya pada dalam bahasa Inggris apa kami sudah punya tiket Singapore Flyer.  Tentu saja kami menjawab "belum". Sang driver kemudian menjelaskan bahwa Singapore Flyer adalah wahana yang ramai, bisa-bisa kami kehabisan tiket, dan -katanya lagi- kita akan tiba di sana untuk trip terakhir di hari itu.  Jadi apabila kehabisan tiket, kita harus kembali lagi esok hari. Karena itu sang driver menawarkan diri mencarikan tiket masuk Singapore Flyer. Mendengar penjelasannya, tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakannya.  Pertama, karena esok hari kami sudah harus kembali ke Jakarta.  Dan kedua, saya percaya warga Singapura adalah orang-orang jujur.

Tiket Ditolak!

Dengan mengantungi enam tiket yang masing-masingnya berharga sekitar Rp 200.000, kami menuju Singapore Flyer.  Sekarang tiba saatnya masuk dan menaiki kincir raksasa tersebut. Satu, dua, tiga, sampai empat orang dari kami bisa masuk tanpa masalah, sekarang tiba giliran saya.  Namun petugas tak kunjung mempersilakan saya masuk, begitu juga dengan satu tiket lagi yang dipegang ibu mertua saya. Dua tiket ini ditolak! Petugas tiket yang berjumlah dua orang itu jelas membicarakan kedua tiket tersebut sambil sesekali melihat saya dan ibu mertua.  Pikiran saya kacau!  Apa yang akan terjadi? Akhirnya satu dari dua petugas tersebut bertanya dari mana saya mendapatkan tiket dan apa saya tadi membeli tiket di loket.

"No," jawab saya, "I bought these tickets from a cab driver at Mustafa Center."
Dia bertanya lagi, "Do you have his phone number?"

Kebetulan driver tadi memang memberikan nomor ponselnya yang kemudian saya tunjukkan pada petugas tiket Singapore Flyer.  Setelah memeriksa sejenak, si petugas menyarankan pada saya untuk melaporkan driver tadi ke kepolisian agar yang bersangkutan bisa ditangkap dan dipenjara.

"He cheated you," masih kata si petugas, "This ticket is expired."

Sambil berkata begitu dia menunjukkan bagian belakang tiket masuk Singapore Flyer, di situ tertera tanggal berlaku tiket yang ternyata sudah habis 6 bulan sebelumnya! Saya ditipu.

Keberuntungan Masih Berpihak Pada Saya

Dengan dua tiket yang sudah kadaluarsa, saya membayangkan harus mengeluarkan uang sekitar Rp 400.000 lagi untuk membeli dua tiket masuk Singapore Flyer.  Menyadari kemungkinan tersebut, ibu mertua saya berkata, "Sudahlah, Mama nunggu di luar aja.  Kamu beli satu aja buat kamu." Namun rupanya keberuntungan masih berpihak pada saya.  Petugas tersebut mengatakan bahwa kali ini kami boleh masuk Singapore Flyer tanpa harus membeli tiket lagi. Rasanya tak percaya, saya masih bisa mendengar kalimat tersebut di Singapura yang orang-orangnya "saklek" pada aturan.  Saya sampai harus memastikan bahwa saya tidak salah dengar.

"Sure," kata si petugas sekaligus menjelaskan bahwa toh saat ini loket sudah ditutup.  Dan dia mengingatkan saya agar lain kali membeli tiket Singapore Flyer di loket.

Setelah mengucap terimakasih berkali-kali, kami pun masuk dan menaiki wahana Singapore Flyer dengan perasaan lega yang tak terhingga.  Dan inilah sebagian foto yang saya jepret di dalam Flyer. [caption id="attachment_289428" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana di dalam Flyer (dok. pribadi)"]

1389356510614217837
1389356510614217837
[/caption] [caption id="attachment_289430" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana Singapura dilihat dari dalam Flyer. Ternyata ada macet juga di Singapura (dok. pribadi)"]
1389356577299587554
1389356577299587554
[/caption] Dan inilah bentuk kapsul Singapore Flyer : [caption id="attachment_289432" align="aligncenter" width="600" caption="Bentuk kapsul Flyer (dok. pribadi)"]
13893567771444217163
13893567771444217163
[/caption] [caption id="attachment_289433" align="aligncenter" width="600" caption="Singapore Flyer dilihat dari luar (dok. pribadi)"]
1389356828149536871
1389356828149536871
[/caption] Sebuah kisah yang tak akan terlupakan, ditipu di Singapura.  Ternyata kita tetap harus waspada di manapun. Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun