Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kurang Puas Berlibur di KL, Malaysia

17 Januari 2014   09:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 1627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_290500" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana di dalam pusat belanja Berjaya Square, KL (dok. pribadi menggunakan Sony Alpha A330)"][/caption] Suara khas Victor Hutabarat yang menyanyikan lagu "Semalam di Malaysia" diiringi rampak instrumen musik tradisional Melayu membuat saya teringat pengalaman berlibur ke Malaysia (Kuala Lumpur) selama 3 hari 2 malam sekitar awal tahun 2011. Menggunakan maskapai AirAsia, kami (4 dewasa, 1 anak, dan 1 bayi) mendarat di bandara LCCT (Low Cost Carrier Terminal) padahal tadinya saya mengira akan mendarat di KLIA (Kuala Lumpur International Airport) yang menurut informasi merupakan salah satu bandara terbaik di dunia. Kesan saya terhadap LCCT ini biasa-biasa saja, suasananya mungkin mirip seperti rata-rata bandara yang ada di Indonesia (selain Sukarno-Hatta tentunya).  Maklumlah, LCCT memang khusus diperuntukkan bagi penerbangan berbujet rendah (dalam hal ini AirAsia), ada harga ada rupa pastinya hehehe… Setelah menyelesaikan urusan imigrasi (yang rasanya lebih ramah dibanding bandara Changi, Singapura), berikutnya kami harus mencari transportasi untuk menuju pusat kota Kuala Lumpur.  Di LCCT ini banyak tersedia loket (atau lebih tepatnya counter) rental mobil untuk mengantar kita ke tempat tujuan.  Singkat cerita, kami akhirnya mendapat transportasi menggunakan minibus untuk tujuan kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur dengan tarif yang jika dirupiahkan sekitar Rp 500.000 (dengan kurs 1 ringgit = Rp 3.000 berarti sekitar 150 RM).  Harga yang wajar menurut saya mengingat jumlah penumpang yang dibawa.

Destinasi Pertama : Petronas Twin Tower

Setelah mendapat hotel di Bukit Bintang, kami memutuskan melepas lelah sejenak.  Kira-kira sekitar jam 8 malam kami keluar mencari makan sekaligus berjalan-jalan menikmati suasana ibukota kerajaan Malaysia tersebut.  Setelah lelah berjalan kaki akhirnya kami tiba ikon kebanggaan Malaysia, Petronas Twin Towers yang ternyata merupakan gedung perkantoran "biasa". Dalam hati saya membatin,

"Malaysia memang hebat, gedung perkantoran saja bisa dijadikan destinasi wisata yang laku dijual."

[caption id="attachment_290490" align="aligncenter" width="576" caption="Petronas Twin Towers, KL (dok. pribadi)"]

13899223011009901233
13899223011009901233
[/caption] Puas berfoto-foto di Petronas, kami pun kembali ke hotel menggunakan taksi yang meski labelnya "Meter Taxi" tetap saja minta tarif borongan hehehe…

Hari Kedua : Naik Monorail dan LRT

Di hari ini kami mencoba menggunakan moda transportasi monorail dan LRT (MRT-nya Malaysia) menuju KLCC (hati-hati, jangan keliru dengan KL Sentral).  Di KLCC ini terdapat Suria Mall yang mungkin merupakan mal termegah di Kuala Lumpur.  Di Jakarta, konsep seperti Suria Mall ini bisa ditemui di Central Park, ada pusat perbelanjaan, ada juga taman terbuka untuk bermain dan bersosialisasi.  Putri saya bahkan sempat berenang di kolam renang yang ada di kawasan taman Suria Mall. Di hari kedua ini juga kami menyempatkan diri berjalan-jalan ke Batu Caves, yang sejatinya merupakan tempat peribadatan untuk umat Hindu (mohon koreksinya jika saya salah).  Ciri khas Batu Caves ini adalah adanya patung dewa Murugan berukuran raksasa berwarna emas yang menurut informasi merupakan patung dewa Murugan terbesar di dunia. [caption id="attachment_290491" align="aligncenter" width="576" caption="Batu Caves, Malaysia (dok. pribadi)"]

13899226931728649166
13899226931728649166
[/caption] Menurut pengemudi yang membawa kami, Batu Caves biasanya sangat ramai ketika ada festival Thaipusam yang akan diadakan kurang-lebih satu minggu lagi.  Wah-wah, kami terlalu cepat datang rupanya... Jika merasa diri kuat, silakan menaiki anak tangga untuk menuju kuil yang ada di puncak bukit batu tersebut.  Konon katanya ada 272 anak tangga, dan saya cukup ngos-ngosan menaikinya.  Oya harap berhati-hati dengan barang bawaan, khususnya makanan karena di kawasan ini banyak monyet yang siap menyambar apa saja yang menarik perhatiannya tanpa ragu.  Saya melihat sendiri seekor monyet yang mencoba merebut es krim yang sedang dimakan seorang wisatawan, dan setelah terjadi aksi rebut dan bertahan, si monyetlah yang menang... [caption id="attachment_290492" align="aligncenter" width="576" caption="Monyet nakal yang banyak terdapat di Batu Caves, hati-hati! (dok. pribadi)"]
1389922952803714571
1389922952803714571
[/caption] Kami tidak lama berada di Batu Caves karena matahari bersinar terik saat itu.  Kamipun segera kembali ke hotel untuk beristirahat sejenak sebelum menuju destinasi berikutnya, Petaling Street! Petaling Street digadang-gadang sebagai pusat suvenirnya Malaysia (mirip Bugis Street-nya Singapura).  Jujur saja, kami tidak banyak belanja oleh-oleh karena rata-rata pedagang di Petaling Street memasang harga semaunya (baca : setinggi mungkin) sehingga kami harus berkeliling mencari pedagang yang memberi harga paling murah, akibatnya kami sudah capek duluan. Dan sekadar info, meski jarak dari Petaling Street ke Bukit Bintang tidak terlalu jauh, beberapa taksi menolak membawa kami dengan alasan traffic jam alias macet.  Ternyata "macet" versi mereka bisa disamakan dengan "ramai lancar" bila di Jakarta, bisa dibayangkan bagaimana bila mereka melihat yang namanya "macet" di Jakarta.  Mungkin mereka bisa kena serangan jantung hehehe... Setelah ditolak (dan menolak) beberapa taksi, akhirnya kami mendapat taksi yang pengemudinya tetap menggunakan meter (argo).  Padanya, kami tentu saja memberikan sedikit tambahan uang sebagai rasa terimakasih.

Hari Ketiga : Kembali ke LCCT

Kami sudah janjian dengan pengemudi yang waktu itu mengantar kami dari bandara untuk menjemput kami saat sore hari ketiga ini.  Karena itu selama pagi dan siang hari, kami hanya berpusing-pusing sahaja di sekeliling kawasan Bukit Bintang diantaranya ke pusat perbelanjaan Berjaya Square. Saat itu saya melihat ada satu pemandangan yang saya tidak sangka ada di Kuala Lumpur, seorang pengemis(?) dengan kaki yang luka menengadahkan tangan meminta belas.  Oya, malam sebelumnya ketika sedang makan di restoran cepat saji saya sempat melihat juga ada pengemis dari etnis non-Melayu meminta-minta makanan. Sore harinya, jemputan pun datang.  Dan dalam perjalanan menuju LCCT kami melewati sebuah penunjuk arah yang menurut cerita pengemudinya menuju ke Putrajaya, kemudian dia menanyakan apa kami berminat ke sana. Sambil mengucap terimakasih, kami memutuskan untuk langsung menuju bandara saja meski sebetulnya tawaran melihat Putrajaya sangat menarik.  Belakangan saya menyesal kenapa tidak mencoba melihat Putrajaya... Malamnya, dengan menumpang AirAsia lagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Singapura karena kebetulan saya ada urusan pekerjaan dengan teman saya di sana - sekalian menemani keluarga berlibur. Kesimpulannya, ternyata untuk ke Malaysia kita perlu punya rencana perjalanan... Tulisan ini masuk kategori “Fotografi & Wisata” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun