Akhirnya tumbuh rasa suka Rin pada Rian, dan mereka sudah janjian jalan bareng. Rian yang belum menyatakan perasaannya pada Rin merasa yakin bahwa dia akan bisa menyatakan perasaannya kali ini. Namun, satu SMS dari seseorang bernama Tama sudah cukup membuat Rin terjebak dalam kebimbangan. Apa yang akan terjadi?
CHAPTER 7
Sudah lebih dari dua jam berlalu, dan dini hari ini Rin masih terperangkap dalam dilema. Dibacanya kembali pesan dari Tama,
“…boleh aku besok ngajak kamu jalan?”
“… kebetulan besok aku ada waktu luang dan lusa aku harus ke luar kota…”
“…saat ini aku kangen kamu…”
Rin menutup matanya.
Terbayang sosok Rian dan betapa canggungnya pemuda itu ketika berdua dengannya, kemudian muncul sosok Tama, kakak kelas yang selalu dikejarnya - pemuda yang dengan mudah menarik perhatian gadis-gadis di sekitarnya.
Rin kembali menghela nafas,
Maafkan aku.
Gadis itu kemudian mengambil ponselnya dan mengirim pesan – meski terasa sangat berat.
Maafkan aku. Kuharap kamu mengerti.
* * *
Hari yang dinanti akhirnya tiba.
Rian bangun pagi-pagi sekali meskipun waktu janjian mereka sebenarnya masih beberapa jam lagi.
Aku sudah siap untuk hari ini. Aku sudah belajar dari pengalaman waktu jalan sama Lintang.
Rian mengecek ponselnya.
Waduh baterainya habis! Aku lupa nge-charge. Jangan-jangan semalam Rin telepon atau SMS.
* * *
Lintang termenung di kamarnya.
Seharusnya aku senang.
Lintang melirik dan mengambil ponselnya. Jari-jemarinya menelusuri phonebook ponselnya dan berhenti di satu nama.
Tapi di satu sisi, aku juga merasa takut.
Lintang menghela nafas.
Aku benar-benar tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Haruskah aku menelponnya? Menyemangatinya?
“Lintang…” terdengar suara tantenya dari luar kamar, “Kamu sudah bangun?”
Lintang menutup ponselnya,
“Sudah tan, sebentar lagi Lintang turun.”
Rian, semoga berhasil dengan kak Rin…
* * *