Rian kepergok saat bermaksud mengirim surat cinta pada Rin, kakak kelasnya. Karena malu jika perasaannya diketahui oleh Rin, Rian meminta tolong pada Lintang untuk menyelamatkannya. Tanpa diduga, Lintang ternyata membawa Rian masuk ke ekskul bulutangkis!
CHAPTER 2
”Hufft, akhirnya selesai juga...”
Rian menyeka keringatnya. Sore itu Rian dan Lintang mendapat giliran membereskan perlengkapan ekskul seusai latihan. Selesai membersihkan lapangan, mereka diwajibkan mengembalikan net, shuttlecock, dan raket ke ruang olahraga. Setelah semuanya beres, Lintang kemudian mengunci ruang olahraga.
Keduanya berjalan bersama.
“Jadi, gimana?” tanya Lintang.
Rian menoleh,
“Apanya yang gimana?”
“Kamu sekarang sudah bisa deketan sama kak Rin ‘kan? Seneng dong, ya nggak sih?” Lintang tersenyum meledek.
Rian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal,
“Hehe, iya sih. Tapi sekarang aku jadi malu sama Rin, sudah berkali-kali ikut latihan tapi masih nggak bisa main bulutangkis juga.”
“Wah itu sih masalahmu. Apa hubungannya sama aku?”
Rian memandang Lintang. Dalam pancaran sinar matahari sore, rambut sebahu Lintang menari-nari terkena hembusan angin.
Lintang memang cantik.
“Lin, makasih ya sudah ngajak aku ikut bulutangkis. Kamu udah membuka jalan buat aku deketin Rin. Jujur sih, aku kaget waktu kamu bilang sama Rin kalo aku mau ikut bulutangkis.”
Tiba-tiba Lintang tertawa terbahak-bahak,
“Ge-er kamu!” katanya.
“Eh? Kok aku ge-er?”
“Aku ngomong gitu sama kak Rin bukannya buat buka jalan. Itu karena kita kekurangan orang. Aku pikir makin banyak yang ikut bulutangkis tentu makin bagus ‘kan? Yah, kalo menurut schedule sih akhir semester ini ada jadwal turnamen antar sekolah. Kali-kali aja aku nemuin bakat terpendam dari diri kamu.”
Rian mengangguk-angguk.
Oh jadi gitu.
“Tapi…” Lintang melanjutkan kalimatnya, “Aku sungguh nggak nyangka kalo kamu sepayah itu. Sudah beberapa minggu padahal. Kalo kamu terus seperti ini gimana kamu bisa dapet perhatian kak Rin?”
“Terus aku mesti gimana dong, Lin?”
Mata Lintang berbinar,
“Hmm… Aku ada ide!”
* * *
“Hei Rian, kamu sudah datang? Cepet banget…”
Rin terkejut melihat Rian sudah datang lebih dulu dan berlatih sendirian.
“Oh kak…” sapa Rian.
“Panggil Rin aja, nggak usah pake ‘kak’ segala.” potong Rin, “Kesannya kaya’ aku jauh lebih tua dari kamu aja.”
Yess! Rin menyapaku! Rian bersorak dalam hati. Tapi kali ini dia harus bersikap tenang, tenaang, tenaaang.
“Iya R… Rin… Aku sengaja datang duluan biar bisa mulai latihan sendiri karena aku sudah berkali-kali ikut latihan tapi masih belum bisa juga.”
Ini semua idenya Lintang. Katanya aku harus datang duluan dan berlatih lebih awal, dengan begitu aku bisa dapet perhatian Rin. Thanks Lin, idemu bener-bener cemerlang.
“Oh gitu. Yah asal kamu jangan terlalu capek aja.”
Ternyata dia punya semangat untuk berusaha keras, pikir Rin. Tadinya aku kira dia bakal nyerah setelah berkali-kali nggak bisa apa-apa di latihan.
Rin memandang Rian yang sedang berlatih sendiri.