Foto-foto yang diunggah Aksa membuatnya mengetahui peristiwa pahit yang pernah menimpa Lintang. Sementara Lintang yang selama ini ditutup dari akses informasi dunia luar sudah mendapat izin dari tantenya - meski masih dalam pengawasan.
CHAPTER 12
Hari itu merupakan hari terakhir Ujian Akhir Semester 1. Kurang-lebih satu minggu lagi para pelajar – termasuk siswa-siswi SMA Dian Pelita akan menerima hasil belajar mereka selama enam bulan belakangan ini. Dan dua hari kemudian mereka akan menikmati liburan.
“Ca, tunggu sebentar!”
Mendengar suara itu, Aksa yang sedang bergegas sejenak menghentikan langkahnya. Dilihatnya Rian dan Lintang setengah berlari menghampirinya.
Hm… Semenjak acara jalan-jalan ke Anyer itu mereka berdua keliatannya makin dekat.
“Ada apa, bro? Lin?”
“Kita berdua mau mampir sebentar ke toko buku. Kamu mau ikut?” tanya Rian.
“Hmmm…” Aksa memandang keduanya, “Sebenernya boleh juga sih. Tapi sori banget, siang ini aku ada ekskul manajemen bisnis jadi nggak bisa ikut. Kalian jalan berdua aja, oke?”
Selesai berkata begitu Aksa langsung berlari meninggalkan Rian dan Lintang yang tidak sempat berkata apa-apa.
“Ekskul manajemen bisnis?” gumam Lintang, “Emang ada ya ekskul itu di sekolah kita?”
“Bukan…” ujar Rian, “Itu artinya dia bantu-bantu ngurus bisnis ibunya.”
“Oh gitu.”
Rian memandang Lintang,
“Yah, itu artinya kita jalan berdua aja. Yuk!”
“Oke.”
Dengan menggunakan angkutan umum, mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Usai menemukan apa yang mereka cari, saat ini Lintang dan Rian sedang menunggu makanan pesanan mereka.
“Jadi, kamu ada rencana apa buat liburan nanti?” tanya Rian.
Suasana food court saat itu tidak begitu ramai karena jam makan siang buat pekerja kantoran sudah berakhir sekitar dua jam lalu sehingga mereka leluasa memilih tempat. Kebetulan mereka berdua senang duduk dekat jendela, menikmati pemandangan kota di bawah – seperti saat ini.
Lintang yang sedang menikmati pemandangan kota menoleh pada Rian,
“Yah, yang pasti kita ada dua kali jadwal latihan ekskul ‘kan? Soalnya turnamen bulutangkis antar sekolah dimulai persis di minggu pertama semester 2.”
“Maksudku rencana lain di luar latihan,” Rian mengoreksi ucapannya.
“Yaah, paling jalan-jalan, beres-beres kamar, nyantai-nyantai…” jawab Lintang, “Nggak tau juga sih, belum ada rencana soalnya. Mentok-mentoknya juga ngabisin stok buku yang baru aku beli ini,” lanjutnya seraya menepuk tumpukan buku yang baru dibelinya.
Tepat pada saat itu pesanan mereka datang. Sejenak mereka menunda obrolan, menikmati lezatnya makanan dan segarnya minuman.
Limabelas menit kemudian,
“Haah... Perutku full. Aku bersyukur kita masih bisa menikmati makanan enak seperti ini…” Rian mengusap-usap perutnya.
Lintang yang masih menikmati makanannya tertawa geli melihat kelakuan Rian,
“Hei, malu ah begitu. Lagian kata orangtua, nggak baik lho seperti itu.”
“Bodo amat deh,” sahut Rian sekenanya, “Mengusap-usap perut selesai makan memang nikmat kok.”
Sepuluh menit kemudian Lintang selesai. Diambilnya selembar tisu dan diusapkan pelan ke bibirnya. Semua tak luput dari pandangan Rian.
Lembut sekali caranya mengusap tisu ke bibirnya.
EH?! Kenapa aku sekarang jadi memperhatikan hal-hal kecil yang dia lakukan? Cara dia berbicara, cara dia berjalan, bahkan cara dia makan.
Apa memang aku mulai suka pada Lintang dan memandangnya lebih dari ‘sekadar’ sahabat?
Lintang masih tak sadar bahwa Rian memperhatikannya. Saat ini dia sedang membalas pesan yang masuk ke ponselnya.