[caption id="attachment_338579" align="aligncenter" width="600" caption="Novel Hatta karya sahabat saya Sergius Sutanto (dokpri menggunakan Sony Ericsson XPeria Ray)"][/caption]
"Hidup adalah kata-kata yang akan bermakna setelah jadi kalimat."
Kalimat di atas ditulis oleh sahabat saya Sergius Sutanto ketika menyerahkan salah satu karyanya pada saya, sebuah buku yang pertama kali dicetak pada September 2013 dan dicetak ulang pada Februari 2014. Karya itu adalah sebuah novel yang diterbitkan oleh Qanita (Mizan Grup) dan Mizan Pustaka, sebuah novel yang mengisahkan sepenggal perjalanan hidup dari seorang pendiri negara Republik Indonesia.
Sebuah novel berjudul “Hatta”.
Aku Datang Karena Sejarah
“Hatta” berkisah tentang perjalanan hidup seorang Mohammad Hatta yang semasa kecil dipanggil “Atta” – seorang anak yatim sejak berusia delapan bulan. Pada masa kecilnya diceritakan bahwa Hatta - yang sudah berusia 6 tahun - ternyata ditolak masuk sekolah hanya karena tangannya belum bisa menyentuh telinga padahal Atta sudah memiliki keinginan kuat untuk bersekolah.
“Karena itu kau harus segera sekolah,” kata Pak Gaeknya satu hari.
“Bukankah sekolah itu bikinan orang Belanda, mengapa kita harus mengikutinya?” tanya Hatta.
“Itu tidak benar, Nak. Ilmu bukan datang dari orang Belanda, tapi dari Allah. Kita wajib belajar dan bersekolah agar pandai dan berbudi,” kata Pak Gaek.
(“Hatta” – halaman 28)
Pak Gaek Ilyas – sang kakek – adalah sosok yang banyak memberikan pengaruh pada Atta. Kisah-kisah tentang Makkah dan janji Pak Gaek padanya membuat Atta mengenal satu hal yang dinamakan ‘harapan’, sesuatu yang terus dipupuknya hingga kelak Atta menjadi seorang tokoh pergerakan bersama Soekarno dan Sutan Sjahrir.
Malam itu, Hatta terlarut dalam sebuah ruang kelana yang bernama sosialisme. Benar, Karl Max lahir dua belas abad sesudah Nabi Muhamamd Saw. memperkenalkan sosialisme yang diperintahkan Allah.
("Hatta" - halaman 87)