Mengetahui bahwa Aida sekarang tinggal di Cimahi membuat Faiz memutuskan untuk ke kota tersebut dan menemui Aida sebelum ia kembali ke kampung halamannya, Tegal. Tanpa kesulitan berarti, Faiz akhirnya tiba di alamat yang diberikan Om Wid. Di sana ia bertemu Tante Dian - ibu Aida, dan seorang gadis cantik bernama Lia. Tante Dian yang kehilangan kontak dengan Om Wid merasa bahagia karena ia kini mengetahui di mana suaminya berada. Namun saat Faiz menanyakan keberadaan Aida, Tante Dian malahan meminta maaf. Apa yang sebenarnya terjadi?
CHAPTER 5
Tante Dian memandang padaku.
“Faiz, sebelumnya Tante minta maaf…”
Aku heran.
Minta maaf? Kenapa? Ada apa?
“Tante yakin kamu sudah tau kondisi keluarga kami sekarang,” ucap Tante Dian, “Karena itu, sejak lulus sekolah Aida berusaha mencari pekerjaan.”
Aku terdiam.
Jalan hidup manusia memang berada dalam genggaman-Nya. Dialah Yang Maha Kuasa membolak-balik nasib manusia, meski aku tidak sepenuhnya setuju pendapat tersebut.
Siapa sangka, keluarga Om Wid yang dulu jaya sekarang harus merasakan kerasnya hidup yang seperti ini.
“Usaha Aida akhirnya membuahkan hasil, terdengar suara Tante Dian, “Sudah tiga bulan ini Aida diterima bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi.”
Aku memandang Tante Dian, tak mengerti.
Lalu kenapa Tante harus minta maaf?
Tante Dian melanjutkan ucapannya,
“Tante mengerti kamu pasti jauh-jauh ke sini untuk menemui Aida. Tapi maaf, Aida tidak ditempatkan di sini. Saat ini dia ditempatkan di Semarang.”
Jauh di lubuk hatiku, aku merasakan kekecewaan yang teramat sangat.
Kenapa aku sulit sekali untuk bisa menemuimu, Aida?
“Tapi aku ada nomer handphone kak Aida kok A,” tukas Lia seolah mengerti kekecewaanku.
Gadis itu kemudian mengambil secarik kertas dan menuliskan sederetan nomor. Kertas itu kemudian diangsurkannya padaku.
“Yang atas ini nomer handphone kak Aida,” katanya, “Yang bawah ini nomerku.”
Aku memandang sejenak deretan nomor tersebut sembari mengucap terimakasih dan menyimpannya di saku celana.
“Faiz,” panggil Tante Dian, “Sebentar lagi buka puasa. Kamu buka di sini aja.”
Aku mengangguk.
* * *
Aku kembali ke Tegal menggunakan kereta malam. Dinginnya penyejuk udara di dalam gerbong membuatku menggigil meski aku sudah menggunakan selimut untuk menutupi seluruh tubuh dari pundak sampai kaki.