Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Faiz & Aida #3 : Secarik Kertas

18 Juli 2014   15:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14056456411535637939

Cerita Sebelumnya :

Rasa penasaran akan keberadaan Aida yang sudah dua tahun tidak datang ke kampung membuat Faiz memutuskan untuk kuliah di Jakarta sekaligus mencari keberadaan Aida - teman masa kecilnya.  Dan atas informasi Mina, Faiz akhirnya menemukan alamat Om Wid, ayah Aida tinggal.  Namun Faiz tidak melihat keberadaan Aida.  Apa yang sebenarnya terjadi?


CHAPTER 3

“Maaf Om, dari tadi Faiz nggak ngeliat tante sama Aida.  Mereka sedang pergi atau?”
“Kamu belum tau ya?” tanya Om Wid.


Aku hanya menggeleng dengan perasaan bingung.

Ada apa sebenarnya?
“Faiz, Aida sekarang sedang di Cimahi bersama ibunya.”


Om Wid melanjutkan kalimatnya sambil memandang sekeliling ruangan,

“Mungkin kamu tau kalo kehidupan Om dulu nggak seperti ini.”


Aku mengangguk ragu.  Dari cerita-cerita yang aku dengar dulu, Om Wid sekeluarga hidup berkecukupan.  Makanya aku tadi sedikit kaget ketika melihat tempat tinggal Om Wid yang seperti ini.

“Kantor tempat Om bekerja bangkrut.  Boss Om bahkan sampai bunuh diri karena nggak kuat menanggung malu dan utang yang begitu besar.  Perusahaan ditutup, semua karyawan – termasuk Om – langsung kehilangan pekerjaan.”


Aku hanya terdiam mendengar cerita Om Wid.

“Meski perusahaan bangkrut dan Om kehilangan pekerjaan, Om sama Tante masih punya satu kios di pasar yang hasilnya cukup untuk kebutuhan keluarga.  Tapi suatu malam pasar itu terbakar, dan lebih dari 80% pedagang di sana tak sempat menyelamatkan dagangannya – termasuk Om.  Semuanya habis…”


Om Wid tampak emosional ketika menceritakan hal tersebut.

“Faiz ikut prihatin, Om…” hanya itu yang bisa kuucapkan.
“Terimakasih, Faiz,” balas Om Wid kemudian melanjutkan ceritanya, “Menghadapi kenyataan seperti itu, Tante rupanya nggak kuat dan dilanda depresi.  Kemudian atas permintaan keluarga besarnya, Tante dibawa ke Cimahi, kota kelahirannya, dan Aida ikut untuk merawat Tante.”


Aku menghela nafas.

Jadi seperti itu…
“Terus, Aida sendiri gimana kabarnya, Om?” aku memberanikan diri bertanya.


Om Wid terdiam.

“Om?” tegurku.
“Maaf, Faiz.  Om sendiri nggak tau gimana kabar Aida sekarang.”


Aku bingung.  Tak mengerti maksud kalimat Om Wid barusan.

“Maksudnya, Om?”
“Yah, Om nggak tau gimana kabar Aida.  Om terlalu malu untuk ke Cimahi menemui Tante, menemui Aida, dan menemui keluarga besar.  Om merasa gagal sebagai kepala rumah tangga, Om malu.  Semenjak mereka ke Cimahi, belum pernah satu kali pun Om menemui mereka.  Di Jakarta ini, sudah beberapa kali Om pindah rumah dan mengganti nomor handphone.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun